Dulu, saya pernah berdagang dalam bazar-bazar. Membuka stand untuk menjajakan makanan. Bagi saya itu adalah pengalaman yang amat mengesankan. Mengesankan saat merasa tegang apakah jajanan kami akan diminati orang-orang yang lewat, dan tentu saja saat mengais rezeki melalui orang-orang yang lewat. Kiranya ada teman yang menggelar lapak, saya selalu penasaran bagaimana raut wajahnya saat detik-detik dia menjalaninya. Ya, detik-detik. Karena saat menunggu dagangan dibeli, waktu terasa berjalan begitu lama.
Begitu sampai di Festival, tiap stand saya perhatikan satu per satu dari paling depan dekat pintu masuk. Beberapa produk tampak familiar, karena memang pernah saya temui di Pasar Komik Braga. Selain produknya, tentu saja yang saya perhatikan adalah si empunya produk. Mungkin saya bisa hafal hasil karyanya, tetapi tidak dengan si pembuatnya. Ah, itulah kelemahan saya. Namun lain halnya saat di belakang sebuah meja duduk seseorang yang wajahnya sudah tidak asing lagi. Gadis berkaca mata yang menawarkan souvenir berupa kartu pos.
Dia terlihat tengah meladeni pengunjung yang mampir ke stand-nya. Jadi saya hanya diam memandangnya, menunggunya sedikit menoleh untuk melihat saya. Sekadar untuk memberi tahunya, bahwa saya datang ke event yang dia ikuti. Dia pun tersenyum sekilas dan melambaikan tangan, lalu kembali melanjutkan obrolan dengan pengunjung stand. Sedangkan saya melanjutkan langkah untuk melihat-lihat stand lain.
Event yang menarik. Pikiran saya larut dalam imajinasi-imajinasi tentang ide-ide yang dipertontonkan dalam tiap stand. Untuk sebuah event seni, bagi saya imajinasi yang merekah adalah pertanda bahwa event ini berhasil. Seperti saat menemukan sebuah stand dengan tokoh super hero komikalnya. Lamunan yang lumayan lama, sampai saya tak sadar bahwa ada yang mengirim pesan.
"Tokusatsu" ala Indonesia |
"Punten tadi kita lama ngobrolnya. Masih di pameran? Mampir atuh. Dah kosong da. Hehehe..."
Dilihat dari waktu pengirimannya, ternyata agak lama. Euleuh siah, geus ti tadi. Saya pun kembali menyusuri stand-stand sejalan menuju arah pintu masuk, sekalian pulang. Ya, sekalian hendak pulang, sekalian melihat-lihat untuk terakhir kali, sekalian pamit pada teman.
Ya, namanya juga teman. Sejauh manapun membahas karya-karya yang dia buat, pada akhirnya dia malah bertanya tentang kesibukan saya akhir-akhir ini. Saya jadinya balik bertanya tentang bagaimana dia menjalani hari-harinya. Kami pun saling berbagi cerita kehidupan masing-masing belakangan ini. Pada akhirnya pertemuan ini bukanlah tentang apa yang mampu kami lakukan, melainkan bagaimana kami terbuka untuk saling berbagi cerita hidup masing-masing.
Empunya stand, seorang kawan |
Selalu berkesan untuk melihat orang tersenyum bahagia. Seperti saat membeli kartu pos karya dia, mengeluarkan ongkos untuk mengunjungi rumah sahabat, atau membeli kado untuk kawan. Pengorbanan serasa terbayar saat melihat senyumnya.
7 Safar 1436
tulisan ini menginspirasi saya buat 'memaksakan' ketemu teman yang sudah sangaaaaat lama tidak berjumpa. terimakasih kang :) (ala klinik tong fang)
ReplyDeleteBener Pit. Kudu dipaksain buat dateng. Ini jg sampe ada yg maksa, minta rumahnya dikunjungin. Ada yg ngajak mampir k kampungnya malah.. ;P
Delete