Sejoli #6: Godaan

Seperti saat memesan latte, lalu di menu terlihat creme brullee dengan harga yang sama. Pikiran melayang ke sebuah kedai lain yang menyajikan creme brullee dengan racikan terbaik. Mau batalkan pesanan latte dan ganti creme brullee saja?

Seorang teman dekat pernah bercerita bahwa sebelum nikah, tiba-tiba saja ada perempuan yang mengungkapkan perasaannya. Mengakui bahwa selama ini dia memendam rasa suka pada teman saya, dan berharap dinikahinya. Teman saya hanya tertawa singkat, baginya ini lucu, juga membingungkan. Dia bertanya-tanya pada dunia, "Kenapa saat pernikahan sudah di depan mata, ada perempuan lain yang mengungkapkan perasaannya?"

Saya hanya tersenyum mendengarnya, tak tahu jawabannya, juga tak mengomentari dengan pengalaman yang sebanding. Saya belum pernah merasakan ada di posisi yang serupa dengannya. Saat itu saya hanya seorang bujangan yang pernah mendengar ungkapan cinta dari gadis. Gadis yang baik, tapi sayangnya hati ini tak tertambat kepadanya. Dan lagi, ungkapan itu datang melewati jarak yang terbentang di antara kami. Gadis sudah pergi jauh, ke kota asalnya. Gadis berani mengungkapkan, karena dia tahu tak akan bertemu saya lagi. Saya hanyalah cerita yang tak akan dia perpanjang lagi kisahnya.

Itu seperti saat sedang puasa, lalu ada yang menawarkan americano. Kamu belum menentukan pilihan, apalagi memesan.

Beberapa bulan berlalu. Saya sudah menentukan pilihan: si teman kemping. Saya belum begitu lama mengenalnya, hanya saja setelah kemping rasanya jadi kenal lebih dalam. Entah apa kelebihan dan kekurangan dia, saya hanya tahu bahwa dia sepertinya bisa diajak hidup bersama. Seperti bermalam di bawah pinus yang sama, dengan nasib yang serupa namun beda tenda. Di mata saya, dia tidak cantik-cantik amat, dia juga tidak menebarkan pesona seperti gadis yang sedang mengikat rambutnya. She's my latte. Sejak itu saya tak pernah berpetualang lagi dengan aneka menu kopi, pilihan saya selalu tertuju pada latte.

Pekerjaan baru ternyata membawa cerita baru, apalagi saat berkumpul dengan komunitas. Gaji saya kecil untuk ukuran biaya hidup di Bandung, hampir setengah dari UMK. Kalau ada reunian atau kopdar, saya suka minder karena hal ini. Dengan cueknya, sambil ikut menyiapkan lalapan nasi liwet saya merendah "Ah da aku mah apa atuh?! gajinya juga cuma 1,5 juta sebulan."

Awalnya saya kira akan ditertawakan, ternyata ada yang langsung menjawab, dengan ketusnya dia bilang "Iya makanya ini aku juga kerja biar bisa bantuin suami!!!"

Saya bengong, melihat dia yang bermasam muka beranjak dari tempat duduknya menuju dapur. Kok dia sebegitunya marah? Kebingungan saya dalam hati. Pandangan saya beralih ke orang lain, bertanya: dia kenapa?

Kejadian ini saya ceritakan pada seorang sahabat di komunitas itu. Sahabat saya kenal dia cukup lama, dan sepertinya tahu kenapa dia marah. "Dia suka ama kamu. Kamu aja yang selama ini gak pernah nyadar. Coba kamu pikir, dia bilang gitu karena mau ama kamu, walau kamu gajinya kecil."

Pikiran saya mencari-cari kepingan kisah lain tentangnya, si gadis manis yang marah. Katanya, dia pertama kali kenal saya di pertengahan dekade 2000. Itu 9 tahun sebelum kami ngobrol, di tempat yang sudah sangat jarang saya singgahi. Dia menyebutkan tahun, lengkap dengan asal usul kegiatan saya di komunitas. Bagaimana mungkin dia bisa tahu jejak saya? Padahal dia datang di saat saya mulai meninggalkan komunitas itu.

Kalau kamu ngopi di kedai, lalu pergi pada pukul 5 sore. Bagaimana mungkin seorang pengunjung baru yang datang pada pukul 5 sore bisa mengenalmu? 

Saya merenung. Rupanya begini yang dirasakan oleh teman dekat saya. Saat akan menikah, satu per satu rahasia hati terungkap. Diakhiri dengan pertanyaan yang sama: kenapa mereka mengungkapkan perasaannya saat saya akan menikah? Ya, mereka. Karena ternyata ada lebih dari satu. Ada yang menyampaikannya secara tersurat, ada yang diceritakan oleh teman, ada juga yang diceritakan oleh istri. Saat baru sah menjadi pasangan, istri saya bercerita bahwa ada seniornya yang terindikasi suka pada saya (menurut penuturan sahabatnya), ada juga temannya yang meminta bantuan dicarikan jodoh. Temannya minta dicarikan lelaki yang seperti saya. Dia kesal dan ketus, sedangkan saya tepok jidat dan geleng-geleng kepala.

Kalau Bae Suzy yang suka, mungkin lain cerita. Hehe.

Ah, seandainya mereka berterus terang sebelum saya menentukan pilihan, mungkin saya akan mempertimbangkannya. Tapi mungkin Yang Maha Kuasa berencana menutup kenyataan itu sampai saya menetapkan pilihan, hingga akhirnya saya berhasil fokus pada jalan yang saya pilih.

7 Rabiul Akhir 1441

9 comments:

  1. Pembuka ceritanya aja udah menarik. Alami. Kejadian humanis biasa tapi mengena.
    Nice story!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe.. sisi terdalam hati seorang lelaki yg membuka hati pada keadaan di sekitarnya.
      Makasih udah berkunjung ke blog saya mbak. Salam.

      Delete
  2. Wah kenapa begitu mau menikah malah banyak yang curhat tentang perasaan nya ya kang.

    Solusinya mungkin dijadikan bini kedua aja, kabur..😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehehe.. ide bagus. 🤭
      Tapi sayangnya mereka jg nikah di bulan yg ga jauh dgn bulan kami nikah. Malah ada yg sama-sama Desember 2016. 😁😋😋

      Delete
    2. Kalo begitu, tunggu saja jandanya hehehe kaburrrr...🏃🏃

      Delete
    3. Waduh.. 😵
      Mending cari yg lain aja 😁🤭

      Delete
  3. Godaan dari masa lalu yang belum selesai adalah: Menyenangkan! Yihaaaaaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itulah sebabnya aku mencari emulator PS1 & diteundeun na leptop.

      Delete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete