Sejoli #7: Lamaran?

Kami mau serius, jadi langkah selanjutnya adalah melobi orang tua untuk saling kenal dan menerima keluarga satu sama lain. Saya berusaha agar bisa diterima oleh keluarganya, dan dia yang juga berusaha agar bisa diterima oleh ibu dan kakak saya. Lalu sampailah pada bagian yang biasanya membuat gugup, menghadap walinya. Ayah kandung.

Sepulang kerja, saya menyempatkan mampir ke rumahnya untuk bertemu dengan sang ayah. Ada hal serius yang hendak disampaikan. Melihat gelagat saya yang mungkin lain dari biasanya dan to the point mau bicara pada sang bapak, beliau meminta saya duduk di dekatnya.

"Nak, bapak udah percaya ama Nak Adit. Nak Adit udah bapak anggap kayak anak bapak sendiri. Kalau Nak Adit beneran mau serius, bapak nggak akan ribet-ribet. Bapak merestui. Nanti datang aja bareng orang tua Nak Adit ke sini. Kita ngobrol aja rencana ke depannya, nggak perlu pake acara lamaran. Karena udah jelas sama-sama mau dan serius."

Beberapa pekan kemudian, saya datang membawa ibu dan kakak ke rumah dia. Langit sudah agak gelap, disambut keluarga yang sudah bersiap-siap dengan pakaian menyambut tamu. Keluarga kami saling mengenal, dan membicarakan tanggal. Pertemuan yang sederhana, jauh dari seremoni lamaran, gempita walimah, dan bahasan "Apakah lamaran diterima?".

Jamuan yang sepenuh hati. Keluarganya berusaha untuk memberikan yang terbaik pada kami yang hanya datang bertiga (ibu, kakak, dan saya). Karena merasa malu keluarganya sudah berusaha menjamu sedemikian baik, giliran pekan depannya keluarga saya yang menjamu. Kami makan bersama di ruang makan, menikmati sajian, dan ngobrol santai layaknya keluarga yang akrab.

Acara makan bersama itu seperti menikahkan dua keluarga. Seolah ada pembatas hati yang dipangkas. Keluarga kami makin akrab.

Lalu entah bagaimana kabar rencana pernikahan kami mulai terdengar oleh beberapa teman. Padahal kami belum menemukan tanggal yang tepat, dan belum merilis undangan. Bagian hebohnya tentu saja cerita bahwa pernikahan kami tanpa diawali dengan lamaran, dan cerita saya sendirian menghadap ayahnya untuk menyampaikan maksud berkeluarga.

Saat banyak orang bilang bahwa lamaran itu penting, saya justru mengalami bahwa lamaran itu tak seberapa dibanding akad. Bahkan saya merasakan bahwa tanpa lamaran pun, menikah tetaplah sah.

Setelan kompak, walau cuma kaos polos.

Kalau sudah jelas sama-sama mau, apa sih sebenarnya intisari dari lamaran? Kalau walinya tahu bahwa lelaki yang menghadapnya adalah pilihan sang putri, untuk apa mengadakan walimah lalu bersandiwara bilang mau melamar putri bapak, bapaknya bertanya pada sang putri?

Saya bersyukur bahwa di jalan menuju akad nikah, kami melewatinya dengan cara yang jujur.

21 Sya'ban 1441

2 comments:

  1. Deg2 serr bentar lagi mau halal. .Selamat menjalani ibadah pernikahan yaa :)

    ReplyDelete
  2. Semoga sukses hingga ke jenjang pernikahan.

    ReplyDelete