Sejoli #1: Pertemuan

D'Massive pernah bilang "Bukan aku yang mencarimu, bukan kamu yang mencari aku.." Ya, kira-kira itulah yang saya alami. Sebelum pertemuan, kami tak pernah saling mencari. Demikian pula setelah melihat wajahnya, tak terpikirkan untuk mencarinya. Saya sebatas tahu bahwa dia sering mondar-mandir di area yang sama tempat kami beraktivitas, dan kami berbeda unit. Dia dengan kesehariannya, dan saya dengan keseharian saya. Rasa-rasanya tak ada irisan antara keseharian kami, itulah sebabnya saya tidak terpikir untuk mengenal dia.

Selain Dia yang Maha Berkehendak, siapa lagi yang bisa melihat masa depan? Saya pun tak bisa menebak apa yang akan terjadi kemudian.

Sebulan sebelum Pemilu 2014, saya mendapat sebuah SMS yang mengatasnamakan alumni masjid kampus. Tadinya saya mengira itu adalah kerjaan teman saya yang mencalonkan diri menjadi anggota DPD RI (bukan DPRD lho ya!). Lalu setelah saya tanya tentang SMS broadcasted itu, ternyata bukan kerjaan teman saya. Lalu siapa ya? Kok tahu nomor hape saya?

Rasa penasaran itu membuat saya mencari asal-usul pengirim SMS. Lalu didapatlah sebuah nama, berikut sebuah akun media sosialnya. Beberapa kali saya bingung. Siapa orang ini? Dan apa urusannya dengan saya? Walau ada beberapa mutual friend, saya merasa belum pernah berurusan dengannya baik secara langsung ataupun tidak langsung. Hanya saja dari mutual friend dan beberapa fotonya, saya tahu bahwa kami aktif di lingkungan yang sama.

Suatu hari, akhirnya saya memberanikan diri untuk mengirim personal message via medsos. Tanpa friend request. Stick to the point, saya hanya mau tahu alasan mendapat SMS broadcasted itu dan dari mana dia mendapatkan nomor saya. Akhirnya jelas sudah, asal-usul SMS broadcasted itu. Selebihnya, saya merasa tidak ada urusan lagi dengannya.

Hidup terus berjalan. Hari berganti hari. Saat acara Halal bi Halal (silaturahim pasca Idul Fitri), saya mengambil makan siang dan makan bersama beberapa teman di sebuah ruangan (sekre unit). Ada cukup banyak orang yang memilih untuk makan di sana. Karena saking banyaknya orang yang mencari tempat duduk, saya sampai bilang: "Geser atuh teh, ulah ngaheurinan. Aya nu bade ngiring calik. Karunya atuh."

Dia menatap saya tajam, sedangkan saya pergi karena adzan zhuhur sudah menyapa dan saya sudah beres makan. Sepertinya saya salah bicara. Jadi setelah shalat, saya membawakan es krim untuknya. Mudah-mudahan dia memaafkan. Beruntung, di meja hidangan masih ada es krim.

Bukan kami yang mengatur pertemuan, dan bukan kami pula yang mengatur perkenalan.

Kami mulai ngobrol, dan berlanjut menjadi teman di media sosial. Saya terkejut karena friend request itu datang dari seorang gadis tak dikenal yang saya bawakan es krim sebagai tanda maaf, yang tak lain ternyata adalah pengirim SMS broadcasted menjelang Pemilu 2014.

Kami mulai suka chat, seiring ketertarikan dia belajar nulis. "Bagus aja, unik." Begitu katanya yang sampai begadang membaca tulisan-tulisan di blog saya. Mengiyakan kemauannya belajar menulis seperti membiarkannya menyelami hidup saya. Kami mulai bertukar sudut pandang tentang hidup, dan dia senang bercerita banyak. Itulah bahan-bahan tulisannya.

Dia berkamera di tempat kami beraktivitas

Saat senja mengabarkan kedatangan malam, selalu ada pertanyaan untuknya: ada cerita apa hari ini? how's the day? yang jawabannya bisa kami bahas sampai menjelang tidur. Sebanyak apa saya bisa menyimak ceritanya adalah sedalam apa saya bisa menerima dia yang begitu adanya. Sebagai guru menulisnya.

23 Jumadil Ula 1440

2 comments: