Sambil menumpang istirahat, sambil menunggu para jama'ah tarawih sudah pulang. Kiranya sebotol teh manis cukup untuk melepas dahaga tenggorokan ini yang baru saja pulang mencari ilmu tadi siang seharian.
Lagi enak-enaknya menyeruput teh manis yang dingin, tiba-tiba saja ada ibu-ibu yang memberitakan kejadian tadi saat tarawih. "Tadi ada yang pingsan! Wah, pada panik tuh."
Beliau bercerita siapa yang pingsan, dan bagaimana kejadiannya. Saya agak terkejut, karena orang yang pingsan itu ternyata adalah sosok yang saya kenal. Beliau adalah seorang bapak yang sering ke masjid saat shalat berjama'ah shubuh, maghrib, dan isya. Bahkan saya hampir selalu melihatnya dalam setiap shalat berjama'ah, jadi sama sekali tidak terpikir bila beliau akan pingsan. Jangankan saya, warga lain yang rutin shalat berjama'ah di masjid pun terkejut akan kejadian ini.
Menurut kabar, imam yang tadi memimpin shalat didatangkan dari luar RW dan membacakan surah-surah yang panjang. Entah apakah hal ini yang menjadi penyebab pingsan, atau bukan. Tetapi yang jelas, itu memungkinkan, dan kejadian ini menjadi renungan bagi mereka yang mempunyai jadwal memimpin shalat berjama'ah di masjid. Tidak terkecuali bagi saya yang mempunyai jadwal memimpin shalat tarawih berjama'ah pada 2 hari ke depan.
Berangkat dari kejadian ini, saya hanya terpikir sepertinya bacaan qur'an dalam setiap rakaat perlu diringkas. Diusahakan jangan memilih surah yang ayatnya panjang. Atau sekiranya panjang, bacakan saja 3-4 ayat.
Sebenarnya masalah ini pernah dibahas dalam sebuah syura beberapa bulan sebelumnya. Intinya tentang membangun kesepakatan seberapa panjang bacaan qur'an (setelah al-Fatihah) yang layak dibacakan imam. Maksudnya, dengan panjang-pendeknya bacaan tersebut, apakah para ma'mum sanggup untuk mengikuti? Hal ini dibahas mengingat barisan pertama dan kedua adalah para orang tua yang sudah pensiun.
Hasil dari syura, tidak ada kesepakatan jelas tentang seberapa panjang atau pendek bacaan yang layak. Ada yang mengusulkan jangan pilih surah-surah yang panjang, ada juga yang berpendapat "Nggak apa-apa lah yang panjang juga, kalau memang hafalannya menunjang."
Jadi sebelum kejadian pingsan ini, masalah panjang-pendek bacaan qur'an dalam shalat adalah sepenuhnya hak imam. Namun setelah kejadian, sepertinya kami yang mempunyai jadwal menjadi imam harus lebih mengerti keadaan.
Ternyata ada saatnya saya dihadapkan pada momen yang bukan membutuhkan kejelasan mana benar dan mana salah, melainkan pilihan mana yang paling bijak. Ini tentang kearifan, bukan lagi tentang benar atau salah. Karena imam yang tadi memimpin shalat pun tidak dapat dipersalahkan. Tetapi ini tentang bagaimana imam bijak dalam menyikapi keadaan. Ini tentang bagaimana melihat pilihan yang lebih baik dari pilihan yang sudah benar.
Akhirnya, saya pun mempendekkan bacaan. Kadarnya, surah al-Muzzamil yang biasa dibaca 8 ayat dalam satu rakaat, kini menjadi 4 ayat saja. Masalah ukuran panjang pendeknya, tiap orang-orang punya ukuran masing-masing, tetapi imamlah yang selayaknya berempati.
"Aku shalat, dan ingin memperpanjang bacaannya. Tetapi tiba-tiba aku mendengar suara tangis bayi sehingga aku memperpendek shalatku karena aku tahu betapa gelisah ibunya karena tangis bayi itu." (H.R. Bukhari dan Muslim).
Kilas balik Ramadhan 1434
3 Muharram 1435
3 Muharram 1435
0 comments:
Post a Comment