Bernostalgia Dengan Senja

Sore yang basah, sesaat setelah kota ini diguyur lebatnya hujan dan menyisakan gerimis. Namun seperti kata orang-orang, “Saat datang rintik demi rintik gerimis, Bandung menjadi romantis!” Bagi sebagian orang mungkin demikian, namun tidak bagi sebagian lainnya. Kebasahan, kebanjiran, jalanan yang becek, belum lagi kalau kecipratan gara-gara ada kendaraan yang lewat.

Saat Tulisan Bertemu Pembacanya

Setiap tulisan memiliki pembacanya, jadi biarkan dia bertemu dengan pembacanya!

Suatu siang di tahun 2007, saya menemukan posting di sebuah mailing list yang menceritakan sebuah pengalaman yang mengesankan dari si penulis. Tulisan yang memotret pengalaman dari sebuah sudut pandang dimana si penulis (juga pembaca) bisa memetik pelajaran dari kejadian yang diceritakan. Saya berpikir bahwa itu bukan sebuah tulisan fiksi, karena tulisan itu menceritakan pengalaman si penulis. Juga tak sepenuhnya berpikir bahwa itu adalah fitur (berita), walau gaya bertuturnya seperti kronologis kejadian. Entah itu jenis tulisan apa, yang jelas saya menyukainya. Kenapa? Karena saya merasakan kejujuran, apa adanya, tidak mendayu-dayu seperti roman, dan yang tak kalah penting, tulisan yang satu ini memandang kejadian dari sebuah sisi di mana pembaca dapat belajar. Setelah beberapa kali mengikuti posting-posting di milis, barulah saya tahu kalau jenis tulisan tersebut dinamai ‘CatHar’, singkatan dari Catatan Harian.

Jauh - Dekat



Jauh atau dekat,
tetap Rp. 2000,-
Jauh atau dekat,
tetap di hatimu..

Semampai jalan Dago,
21 Mei 2012

Tiga Do’a

Sebenarnya tidak tepat juga bila hanya disebut tiga do’a, karena sebenarnya ada banyak do’a yang saya panjatkan saat di tanah suci. Baik saat di Madinah, maupun Makkah. Bahkan sebelum berangkat pun, beberapa teman ada yang menitip do’a. Jadi, do’anya bermacam-macam lah. mulai dari yang umum, sampai yang spesifik dan personal. Namun begitulah do’a, seperti apapun do’a kita, tak ada do’a yang tak didengar.

Mengartikan Seseorang

Kamis, 10 Mei 2012
Sore yang tak diguyur hujan. Usai meeting bersama beberapa rekan di cafe S28 jalan Sulanjana, rencananya saya ada janjian dengan Asih di Masjid Salman ITB. Sempat telat, saya menjanjikan pertemuan itu setelah Maghrib, namun saya baru sampai Salman sekitar jam setengah tujuh malam. Yah, setengah jam menjelang Isya.

Berartikah Kita Untuknya?

7 April 2012 kemarin, saya benar-benar menyaksikan sendiri. Saat dua orang teman saya semasa SMP, Jajat dan Riva menikah. Awalnya saya hanya berpikir untuk sekedar menghadiri undangan sebagai rasa penghargaan saya terhadap seorang teman lawas, yakni Jajat. Yah, dibanding Riva, saya lebih dekat dengan Jajat. Walaupun dulu saya sekelasnya dengan Riva. Namun saya dengan Jajat pernah aktif dalam ekstrakurikuler Pramuka, dan itulah yang membuat kami cukup dekat. Teman kecil senasib sepenanggungan, begitulah saya menganggap teman-teman di Pramuka SMP.