The Meeting

Entah takdir apa yang disimpan-Nya pada hari ini. Sebuah hari berkumpulnya beberapa orang untuk saling bertemu setelah sekian lama berpisah. Siang ini memang cerah, meski kemarin-kemarin sore langit mengguyurkan gerimis. Sama sekali tak ada prasangka apa-apa tentang hari ini, sampai akhirnya di sebuah sudut ruangan, seorang teman lama menyapa.

“Adit!” Suara yang rasanya dulu pernah familiar, dan itu membuat saya menoleh sembari agak kaget. Tya (sebutlah namanya begitu), dia menyapa saya dari belakang. Ternyata dia juga datang ke pertemuan ini.

Nuhun Pa Haji

Rasanya rambut ini sudah cukup panjang, dan sudah waktunya untuk dicukur. Mumpung lagi ada uang, dan tak ada agenda yang menyita waktu. Sekarang baru jam 10, mumpung langit masih cerah, belum hujan. Langit Bandung bagian Timur tampak mendung, mungkin beberapa jam kemudian di sini akan hujan. Sama seperti kemarin siang. Nampaknya ini waktu yang tepat untuk cukur rambut.

Pahlawan Tak Dikenal

Senja yang amat mendung. Hari ini kota Bandung diguyur hujan deras. Sudah bukan rahasia lagi, kalau di beberapa ruas jalan mengalami banjir gara-gara selokannya disesaki sampah-sampah yang terbawa hanyut, lalu nyangkut dan menumpuk di sudut tertentu. Jalur air selokan yang semestinya lancar pun terganggu tumpukan sampah, dan akhirnya meluber ke jalan.

Menyesal Karena Keputusan

Ada seorang anak laki-laki, sebutlah namanya Dani. Seperti anak laki-laki pada umumnya, Dani pun susah diatur, dan bandel. Di rumah, di sekolah, juga di tempat lainnya. Suatu hari, karena bandelnya ini ada sebuah ‘insiden kecil’, dan insiden tersebut membuat sang ibu marah.

Itu Memang Pilihan Hidup, Pak

Tahun 2000 silam, masa-masa muda yang penuh semangat dan keinginan. Hari yang begitu cerah di sebuah daerah Pajajaran, Bandung. Sebuah sekolah sedang ramai-ramainya karena ini jamnya bubar, alias usai pelajaran.