Kenapa N250?

Bandung, 10 Agustus 1995. Sebuah hari di mana satu sejarah besar telah terjadi, untuk pertama kalinya bus terbang karya anak bangsa telah mengudara. Sebenarnya sebelum itu ada pula sebuah model yang berhasil mengudara, yaitu CN235 yang dibuat atas kerjasama dengan CASA. Setengah buatan CASA, setengahnya lagi buatan IPTN. Namun model yang diterbangkan perdana pada 10 Agustus 1995 ini lain, buatan Indonesia asli. 17 tahun berlalu semenjak momen itu, menyisakan kenangan yang mengusik hati pemerhati dan pecinta dirgantara negeri, begitu juga untuk kalangan ahli teknologi. Namun hidup terus berjalan, situasi harus langsung direspon dengan tindakan. Perlahan kita mulai melupakan luka lama cerita dikandangkannya N250, karena harus segera menatap-merencanakan-membangun masa depan negeri ini. Namun pada selingan waktu, terbesit pertanyaan: kenapa hanya pesawat model N250 yang dibuat?

Nangor Trip

Jum’at (21/12/2012) saya berkesempatan kembali menginjakkan kaki ini di bumi Jatinangor, sebuah daerah di sebelah Timur Bandung yang menjadi penengah antara Cileunyi dan Tanjungsari Sumedang. Mumpung ke Jatinangor, saya sempatkan pula untuk singgah ke sebuah wilayah di sekitaran sana, tepatnya Cibeusi. Sekalian numpang shalat Jum’at, sekalian mampir ke tempat tinggal teman. Tak ketinggalan, tentunya sekalian cari tempat untuk makan siang. Berhubung rumahnya tutup, saya tak jadi bertemu dengan teman yang tinggalnya hanya beberapa meter dari masjid tempat saya Jum’atan.

Nonton Film Nostalgia IPTN

Manakala hati menggeliat mengusik renungan
Mengulang kenangan saat cinta menemui cinta
Suara sang malam dan siang seakan berlagu
Dapat aku dengar rindumu memanggil namaku

Alhamdulillah, Jum’at (21/12/2012) ini akhirnya kesampaian untuk menonton film Habibie & Ainun yang -jujur saja- sudah sangat saya nantikan tayangnya semenjak Perahu Kertas 1 masih mampir di bioskop. Mengapa saya sangat menantikannya? Karena saya orang Bandung, yang saat SD bersekolah di Kota Kembang ini. Sebuah kota di mana Pak Habibie paling banyak menghabiskan waktunya dalam bakti pada negeri ini. Kota ini menyimpan banyak cerita tentang beliau. Bahkan mungkin jauh lebih banyak dari lembaran-lembaran cerita yang terdokumentasikan. Bukan sekedar SMA yang mengawali kisah mereka, dan Jalan Ranggamalela (dekat Sulandjana), tapi juga lapang terbang IPTN beserta hanggarnya, para karyawan IPTN, dan segenap warga Bandung.

Kecil Namun Sarat Manfaat

Suatu Ahad. Pagi-pagi sekali saya diminta ibu untuk memetik beberapa helai daun Sukun yang pohonnya ada di sebuah masjid tempat saya biasa menunaikan shalat berjama’ah. Saya sudah familiar dengan masjid tersebut beserta jajaran pengurusnya, karena memang saya aktif di masjid tersebut sebagai salah satu pengurus yang bertanggung jawab pada beberapa program. Jadi cukup familiar dengan keadaan di sana, termasuk tahu apa yang harus dilakukan bila ada keperluan mendadak. Mungkin hal itu pula yang menjadi alasan ibu memilih saya untuk disuruhnya memetik beberapa helai daun Sukun di halaman masjid. Setidaknya karena saya lebih mengerti harus bagaimana teknisnya bila sudah ada di masjid, juga tak sungkan untuk menggunakan beberapa peralatan yang ada di sana.

Saatnya Berpisah

Berpisah. Siapa yang senang dengan istilah yang satu itu? Rasanya tak ada, kecuali mereka yang dengan sengaja memikirkan perpisahan dengan nasib buruk, kabar duka, atau hal-hal jelek lainnya. Sedangkan saya sendiri, tentu saja tidak menyukainya. Terlebih lagi berpisah dengan orang-orang yang selama ini sudah akrab. Memang tak mengenakkan, namun begitulah kenyataan dalam perjalanan hidup yang mesti dilalui. Yang tersisa hanyalah pesan terakhir: “Keep in touch ya!” Meski jarak terbentang hingga sulit lagi bercengkrama, semoga adanya teknologi dapat melipat jarak hingga jadi lebih singkat. Seperti kata orang terdahulu, “Teknologi membuat jarak menjadi tak berarti.” Semoga saja benar demikian. Karena untuk dapat berkomunikasi secara langsung pun butuh waktu yang tepat.

Nova


Ba’da Isya. Saya sedang menikmati lembar demi lembar sebuah buku, tiba-tiba handphone saya berdering. Ada sebuah SMS, isinya: “Jarkom. Tok tok tok. Assalamu’alaikum. Sahabat, punya kesan pas kenal sama Nova? Kita bikin buku yuk buat Nova! Isinya puisi boleh, cerita boleh.. Pekan depan dikumpulin ya supaya bisa dikadoin ke nova :D” Baiklah. Akhirnya saya putuskan (sesuai dengan ‘ladang’-nya saya): saya akan menulis cerita, sebuah cathar.Saya tidak begitu ingat kapan pertama kali menemukannya. Yang jelas saat itu film silat dubbing tentang kerajaan-kerajaan di Indonesia lagi populernya. Salah satu bintangnya saat itu adalah Jane Wenas, yang memerankan tokoh putri duyung yang sakti. Karena agak sering menonton film-film beginian, jadi agak familiar dengan wajah-wajah pemeran. Kadang sampai teringat.

Memberi

Memberi ya memberi, hanya itu. Tak perlu ada pengharapan akan balas jasa, tak usah berpikir mereka akan mengapresiasi. (anonim)

Menjadi panitia qurban menjadi pengalaman tersendiri bagi saya yang aktif di sebuah masjid dekat rumah. Bisa terus mendapat ilmu baru, bercengkrama dengan orang-orang, bergaul dengan tetangga, mengembangkan kemampuan, menyalurkan manfaat untuk ilmu yang sudah dipelajari, dan tentu saja suka-duka menjalani program kerja atau kegiatan. Khusus untuk event Idul Adha (qurban), biasanya sepulang dari masjid badan berbau daging dan darah, hujan-hujanan, lelah pikiran, dll. Beraktivitas penuh dari dini hari hingga malam tentu saja berkesan, karena sepulangnya langsung terkapar di kamar.

Pagi Berkabut


Mungkin sudah menjadi sebuah pemandangan yang jarang ditemukan melihat Bandung yang berkabut di pagi hari, sekitar jam 6 sampai jam 7. Terlebih lagi dalam beberapa tahun terakhir pasca 2004 di mana terjadi peningkatan volume kendaraan yang amat pesat. Sebagai catatan, sebelum 2004 jalanan di Bandung tak begitu padat selain di area pusat keramaian seperti Bandung Indah Plaza, Cihampelas, Pasar Baru, dan Dalem Kaum. Bahkan jalan Cipaganti merupakan salah satu jalan yang terbilang cukup sepi sehingga kendaraan bisa dipacu dalam kecepatan yang cukup tinggi.

When She’s Crying

Tahukah kamu?
Semalam tadi aku menangis mengingatmu mengenangmu.
Mungkin hatiku terluka dalam,
atau selalu terlukiskan kenangan kita.
(Audy - Menangis Semalam)

Sepertinya tak salah apabila ada episode atau scene tertentu yang disukai oleh masing-masing orang. Ada yang menyukai bagian pertengkaran dimana dua tokoh mengekspresikan emosinya masing-masing, ada penyuka epik petualangan yang mengeksplor imajinasi, ada penggemar cerita violence yang dipenuhi scene kekerasan, dan lain-lain. Mungkin selera semacam itulah yang mengantarkan ketertarikan orang-orang dalam memilih cerita (bacaan atau film) mereka masing-masing. Secara umum, ada yang menyukai action, drama, thriller, mistery, komedi, sains-fiction, dan lain-lain. Namun ternyata tidak sesederhana itu, terkadang selera menuntun pada hal-hal yang lebih detail. Bagi kita penikmat genre action-petualangan, mungkin film semacam Indiana Jones menjadi genre yang digemari. Sebagaimana bagi kita yang menyukai genre drama-kehidupan, tipikal Dorama Jepang menjadi referensi penting.

Daisy


Daisy-ku yang mungil, apa kabarnya dirimu?

Saya selalu percaya, setiap orang punya caranya masing-masing dalam menikmati hidup. Entah itu dengan menelusuri minatnya, melakukan sesuatu yang menjadi hobi, pergi ke tempat favorit, atau bahkan sekedar menghanyutkan diri dalam suasana yang ada. Begitu pula dengan saya yang mempunyai cara tersendiri dalam menikmati hidup. Sebelumnya, saya sendiri mesti mengakui bahwa tak segala hal berjalan sesuai keinginan. Ada kalanya membosankan, jenuh, tertekan karena lagi di-warning oleh deadline, dan lain-lain. Kadang begini kadang begitu, kadang sulit kadang mudah, kadang lega kadang tertekan, kadang sedih kadang bahagia. Benarlah apa kata iklan: “...karena hidup punya banyak rasa!” atau “..life is never flat!”

Pesawat Kertas

Pesawatku terbang ke bulan...
(Memes - Pesawatku)

Pertengahan caturwulan 2012, salah satu obrolan yang ramai jadi topik pembicaraan adalah “Perahu Kertas”-nya Dee Lestari. Sebenarnya bukan bukunya, namun karena buku tersebut difilmkan. Tampaknya pemfilman buku inilah yang membuat “Perahu Kertas” jadi booming. Setelah laris dengan bukunya, akhirnya para pembaca yang apresiatif pada salah satu karya Dee tersebut disuguhkan dengan bentuk lain penyajian imajinasi si penulis. Visualisasi dalam bentuk gambar bergerak, alias film. Orang-orang berbondong ingin menontonnya. Bahkan kalangan yang bukan pembaca buku pun ikut terhanyut antusiasme pembaca yang penasaran pada versi filmnya. Terbukti, ada teman saya yang menonton film Perahu Kertas bersama kekasihnya. Padahal saya tahu persis bahwa dia bukanlah penikmat buku.

Biarkan Cinta Mengudara

Biarkan cinta mengudara
Meliuk-liuk di awan angkasa
Terbanglah lewati langit jingga
Ceria di cakrawala sanubari Aa

Biarkan cinta melayang
Menembus waktu dan ruang
Sampaikanlah kata sayang
Di bandara hati Kakang

Biarkan cinta mendarat
Hempaskan kerinduan yang tersekat
Menantimu dekap hangat
Teruntuk Dinda nan memikat


Position Report dikonfirmasi. Selamat pulang, Sayang!
Bandung, 10/09/2012

Life Isn't Simple Yet. But Simple Enough To Live.


Jum’at dini hari, saya terbangun tanpa sengaja. Entah apa gerangan sesuatu yang menohok dalam hati hingga sedemikiannya termenung saat tergugah dari tidur. Tercengah beberapa saat. Ah, perasaan macam apakah ini? Sebuah perasaan yang tak jelas itu apa. Kegundahan hati yang menuntun saya untuk beranjak ke meja makan, dan menyantap sebotol nyu milk tea yang tersisa di kulkas. Teguk demi teguk pun menjadi kisah tentang sebotol minuman yang tadi saya taruh di meja. Dingin, tapi setidaknya cukup untuk mengurangi balada dangdut dalam benak. Selepas membuang botolnya, saya putuskan untuk mampir dahulu ke kamar mandi, mengambil wudhu. Kembali ke kamar, menghamparkan sajadah sebagai lapak untuk menghadap pada-Nya.

Yang Sederhana Saja Lah

Dia tidak cantik mak...
Dia tidak jelek mak...
Yang sedang-sedang saja...

(Iwan - Yang Sedang-Sedang Saja)

Beberapa bait dari sebuah lirik lagu dangdut tahun 90-an itu memecah perhatian saya pada hangatnya sebuah mangkuk berisi bubur kacang hijau yang dicampur legitnya ketan hitam. Cukup untuk menghangatkan diri, cukup untuk mendamaikan benak, cukup untuk menentramkan suasana selepas tadi siang hiruk pikuk mewarnai aktivitas seharian. Malam ini pun, saya putuskan untuk mencari tempat demi menentramkan hati. Sekelumit permasalahan hidup, belum lagi ditambah pelik intrik pemerintahan yang efeknya -saya sadari- dirasakan oleh orang-orang rendahan seperti saya dan orang-orang di sekitar saya ini. Ya, dibanding menteri, siapalah saya ini? dan lagi, adakah menteri Indonesia di jaman sekarang yang mau nongkrong sendiri (tanpa dikawal patwal dan protokol) di warung pinggir jalan, dan merasakan langsung bagaimana cita rasa orang rendahan menjalani hidupnya?

Kenangan Bersama Pak Karsa

1998. Sebuah tahun di mana saya pertama kali merasakan transisi, perpindahan dari masa SD ke masa SMP. Adakah yang terasa berbeda? Tentu saja. Bahkan sangat terasa perbedaannya. Juli 1998, saya menghadapi sebuah babak baru dalam kehidupan, yaitu menjadi siswa di sebuah SLTP Negeri (dulu masih disebut SLTP). Tepatnya sebuah SLTP yang berada di Jalan Semar, daerah Pajajaran. Sekolah Lanjut Tingkat Pertama Negeri 9 Kotamadya Bandung (dulu saat masuk masih disebut kotamadya). Konon, ini adalah sekolah legendaris, dan atas alasan itulah saya memilihnya.

Ada MOS (Masa Orientasi Sekolah), sebelumnya saat masuk SD tak ada yang begituan. Jadi, ini adalah MOS yang pertama kali saya alami dalam hidup. Gimana kesannya ya? Saya tak pernah berpikir MOS adalah kegiatan yang menyenangkan ataupun menyedihkan. Saya hanya berkesimpulan: melelahkan. Melelahkan karena harus mengerjakan ini-itu, harus begini harus begitu, ‘dijemur’ di lapangan. Kemudian bertemu dengan guru-guru yang -katanya- galak. Saudara dan sepupu yang lebih tua suka bercerita bahwa salah satu pengalaman berkesan mereka saat sekolah SMP atau SMA adalah menghadapi guru-guru yang super galak, alias killer. Tapi setelah hari demi hari saya mulai terbiasa dengan rutinitas kesibukan sebagai siswa SMP.

When Songs Tell Who You Are

Asmara...
Mungkinkah kau sampaikan padanya
Walau hatiku penuh derita,
aku masih selalu cinta
.
(Asmara, Novia Kolopaking)

Lama sekali tidak mendengar tembang-tembang lawas. Sabtu (25/8/2012) kemarin saat numpang bus Bhinneka arah Cirebon ternyata kedua telinga ini berkesempatan untuk mendengar dendang-dendang tahun 80 dan 90-an. Ngaku lah, ada kesan tersendiri saat menaiki bus ini sambil menikmati alunan syair dan nada dari para penyanyi era keemasan Broery, Dewi Yull, Yuni Shara, Novia Kolopaking, Paramita Rusady, dan Desi Ratnasari. Selain terasa kembali ke beberapa dekade silam, teringat momen-momen yang telah lalu, juga karena memang saya yang menyukai tembang-tembang lawas. Semisal Asmara yang didawaikan oleh Mbak Novia. Sono pisan ka eta lagu.

Cerita dalam DAMRI

Langit semakin gelap. Jalanan di Kota Bandung mulai ramai seiring menjelangnya momen-momen malam mingguan. Beberapa ruas jalan utama semakin menemukan hiruk pikuknya. Terutama seputaran Jalan Dago, Dipati Ukur, Merdeka, atau Cihampelas. Selain disesaki oleh orang-orang yang berdatangan dari luar kota untuk menghabiskan kertas demi kertas berharga, atau menggesek si kartu sakti bernilai jutaan, beberapa tempat dipadati orang-orang yang berhamburan. Entah itu pekerja yang lembur di akhir pekan, atau mahasiswa-mahasiswi yang ada tambahan kuliah dan praktikum. Selebihnya, di tempat-tempat dagang mereka semua sama. Pelanggan.

Persahabatan & Perpisahan

Persahabatan bagai kepompong,
Mengubah ulat menjadi kupu-kupu.
Persahabatan bagai kepompong,
Hal yang tak mudah berubah jadi indah.

(Sindentosca - Kepompong)

Siapa yang tak mau memiliki sahabat? Rasanya tak ada satupun orang di dunia ini yang ingin hidup sendiri, dan tak ada satupun orang yang tak berkeinginan memiliki satu atau beberapa teman dekat. Alias sahabat nan akrab. Seseorang yang bisa sangat menolong kita dalam keadaan sulit. Seseorang yang bisa menemani kita dalam menjalani suka dan duka. Tempat di mana kita bisa berbagi banyak cerita, belajar dari pengalamannya. Dan masih banyak lagi.

Keputusan Teteh tuk Kembali Berkerudung

Ahad yang istimewa, kiranya begitulah yang saya rasakan saat pagi mendapatinya datang ke rumah. Ahad ini kami sekeluarga ada acara kumpul keluarga besar di Jatibening, Bekasi. Teteh yang tinggal tidak serumah dengan saya datang lebih awal sebelum keberangkatan untuk bisa berangkat bersama-sama. Sekitar jam setengah 7, terdengar ada suara mengetuk-ngetuk pagar rumah kami. Siapa ya? Ya kami berpikir siapa lagi kalau bukan teteh, terlebih lagi beliau memang sudah bilang akan ikut berangkat bareng bersama kami. Benar saja, setelah membuka pintu dan melihat dari dekat, ternyata itu teteh. Setelah hampir sebulan kami tak bertemu, ada satu hal yang mengejutkan dari penampilannya. Yaitu secarik kain berwarna biru muda yang membalut kepalanya.

Pahlawan Kebersihan

Apa yang membuat lingkungan sekitar di negeri ini banyak sampahnya? Mungkin ada banyak jawaban. Ada yang mengatakan karena budaya bersih yang sudah luntur di negeri ini, ketidak-pedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan, pemahaman tentang pentingnya kebersihan, malas bersih-bersih (nyapu, beres-beres, dan lain-lain), dan masih banyak lagi alasan lainnya.

Selamanya Cinta

Siang yang cerah, ada waktu luang yang saya agendakan untuk hunting ke toko buku. Mengenai tempat, yang terpikir hanya dua tujuan: Togamas atau Rumah Buku yang keduanya terletak di Jalan Supratman. Jadi, tanpa banyak berpikir, saya pun langsung saja ke tempat. Mengapa pilih kedua tempat yang itu? Hehe, alasannya sederhana saja: ada diskon (setidaknya 15%). Bahkan untuk beberapa jenis buku, diskonnya bisa mencapai 30%.

Sebagaimana niat awal saya yang mencari buku demi memperkaya kemampuan menulis, jenis buku yang saya incar pun tak akan jauh dari kumpulan cathar, memoar, atau cerita fiksi sederhana. Walaupun fiksi, tetap saja karya fiksi itu sendiri -biasanya- tergagas melalui pengalaman si penulis, atau pengalaman orang-orang yang beraudiensi (bertukar cerita dan pengalaman) dengan si penulis. Jadi, meski berlabel fiksi, saya masih pede untuk bisa melihat sebuah sisi hidup orang lain melalui sebuah naskah di mana si penulis bercerita dalam sudut pandangnya. Bagi saya itu cukup. Terlebih lagi bila menemukan buku yang isinya urang pisan, alias menggambarkan sisi hidup yang sama dengan bagaimana saya menjalani hidup. Seperti buku The Journey (memoar perjalanan) karya Farid Gaban dkk., Ketika Bunga Bicara (kumpulan kisah nyata) karya Nunik Utami-Dedew-Teresa, atau Nguping Jakarta (kumpulan celoteh warga Jakarta).

Bertukar Cerita

Sebagai penulis lepas, terutama penulis cathar, saya selalu -dan pastinya- membutuhkan banyak cerita dan pengalaman. Jadi yang akan selalu dicari untuk memperkaya bahan naskah tentunya adalah cerita, cerita, cerita, dan cerita. Intinya, semakin banyak cerita dan pengalaman, saya akan punya semakin banyak ide untuk dituliskan. Semakin banyak ide, maka semakin banyak hal yang bisa dipadukan ke dalam sebuah naskah. Maka, jadilah naskah ini, naskah itu, dan naskah-naskah lainnya.

Bernostalgia Dengan Senja

Sore yang basah, sesaat setelah kota ini diguyur lebatnya hujan dan menyisakan gerimis. Namun seperti kata orang-orang, “Saat datang rintik demi rintik gerimis, Bandung menjadi romantis!” Bagi sebagian orang mungkin demikian, namun tidak bagi sebagian lainnya. Kebasahan, kebanjiran, jalanan yang becek, belum lagi kalau kecipratan gara-gara ada kendaraan yang lewat.

Saat Tulisan Bertemu Pembacanya

Setiap tulisan memiliki pembacanya, jadi biarkan dia bertemu dengan pembacanya!

Suatu siang di tahun 2007, saya menemukan posting di sebuah mailing list yang menceritakan sebuah pengalaman yang mengesankan dari si penulis. Tulisan yang memotret pengalaman dari sebuah sudut pandang dimana si penulis (juga pembaca) bisa memetik pelajaran dari kejadian yang diceritakan. Saya berpikir bahwa itu bukan sebuah tulisan fiksi, karena tulisan itu menceritakan pengalaman si penulis. Juga tak sepenuhnya berpikir bahwa itu adalah fitur (berita), walau gaya bertuturnya seperti kronologis kejadian. Entah itu jenis tulisan apa, yang jelas saya menyukainya. Kenapa? Karena saya merasakan kejujuran, apa adanya, tidak mendayu-dayu seperti roman, dan yang tak kalah penting, tulisan yang satu ini memandang kejadian dari sebuah sisi di mana pembaca dapat belajar. Setelah beberapa kali mengikuti posting-posting di milis, barulah saya tahu kalau jenis tulisan tersebut dinamai ‘CatHar’, singkatan dari Catatan Harian.

Jauh - Dekat



Jauh atau dekat,
tetap Rp. 2000,-
Jauh atau dekat,
tetap di hatimu..

Semampai jalan Dago,
21 Mei 2012

Tiga Do’a

Sebenarnya tidak tepat juga bila hanya disebut tiga do’a, karena sebenarnya ada banyak do’a yang saya panjatkan saat di tanah suci. Baik saat di Madinah, maupun Makkah. Bahkan sebelum berangkat pun, beberapa teman ada yang menitip do’a. Jadi, do’anya bermacam-macam lah. mulai dari yang umum, sampai yang spesifik dan personal. Namun begitulah do’a, seperti apapun do’a kita, tak ada do’a yang tak didengar.

Mengartikan Seseorang

Kamis, 10 Mei 2012
Sore yang tak diguyur hujan. Usai meeting bersama beberapa rekan di cafe S28 jalan Sulanjana, rencananya saya ada janjian dengan Asih di Masjid Salman ITB. Sempat telat, saya menjanjikan pertemuan itu setelah Maghrib, namun saya baru sampai Salman sekitar jam setengah tujuh malam. Yah, setengah jam menjelang Isya.

Berartikah Kita Untuknya?

7 April 2012 kemarin, saya benar-benar menyaksikan sendiri. Saat dua orang teman saya semasa SMP, Jajat dan Riva menikah. Awalnya saya hanya berpikir untuk sekedar menghadiri undangan sebagai rasa penghargaan saya terhadap seorang teman lawas, yakni Jajat. Yah, dibanding Riva, saya lebih dekat dengan Jajat. Walaupun dulu saya sekelasnya dengan Riva. Namun saya dengan Jajat pernah aktif dalam ekstrakurikuler Pramuka, dan itulah yang membuat kami cukup dekat. Teman kecil senasib sepenanggungan, begitulah saya menganggap teman-teman di Pramuka SMP.

Wanita (Catatan Hati Seorang Lelaki)

Sepertinya lebih pas dan terasa sense-nya apabila untuk menulis kata demi kata tentang wanita ini, saya mendompleng caranya Mbak Asma Nadia saat menulis sebuah naskah yang akhirnya 2006 silam telah saya beli bukunya saat masih cetakan pertama dan tentunya belum jadi best seller, “Catatan Hati Seorang Istri”. Terasa lebih bernyawa saat akhirnya catatan ini saya beri nama: Catatan Hati Seorang Lelaki.

The CEO Notes?

Ini sebuah proses lahirnya kemerdekaan ide. Orang yang terlalu sering diberikan arahan, akan jadi bebek. Orang yang terlalu sering diberi instruksi akan jadi besi. Orang yang terlalu sering diberi peringatan akan jadi ketakutan. Orang yang terlalusering diberi pidato kelak bisanya hanya akan minta petunjuk.

Saya harus sadar bahwa mayoritas warga PLN adalah lulusan terbaik ranking 1 sampai 10 dari universitas-universitas terbaik di negeri ini. Mereka sudah memiliki semuanya: kecuali kemerdekaan ide itu. Kini saatnya barang yang mahal itu diberikan kepada mereka
. (Dua Tangis dan Ribuan Tawa, Dahlan Iskan)

Mau Dipake Buat Apa?

Suatu hari, Pak Guru yang memberikan beberapa lembar uang kepada empat orang muridnya. Jumlah yang sama kepada setiap muridnya, tanpa pandang bulu, tanpa pandang usia, tanpa pilih kasih. Dengan kata lain, pak guru membanginya dengan adil. Pak Guru tak meminta mereka menggunakan uangnya untuk apa, apa, atau apa. Terserah anak-anak mau menggunakannya untuk apa, tergantung keinginan mereka.

Saat Allah Menjaga Titipan Hamba-Nya

Sebutlah namanya Udin, begitulah seorang montir tamatan SMK bernama lengkap Wahyudin ini biasa disapa atau dipanggil. Udin bekerja sebagai seorang montir di sebuah bengkel kecil yang terletak di daerah tengah kota, cukup jauh dari rumahnya yang berada di pinggir kota.

Warna Cinta

Cinta bukan hanya sekedar kata
Cinta bukan hanya luapan hati
Cinta tak hanya diam
(Tak Hanya Diam - Padi)

Apa yang terbayang saat melihat kedua orang tua ‘berantem’ mempertahankan pendapatnya masing-masing? Kesal, takut, atau ogah ikut campur. Itu pula yang terkadang saya alami saat melihat mereka beradu pendapat. Ibu bersikukuh dengan pendapatnya, dan bapak bersikeras dengan pemikirannya. Sebagaimana pasangan lainnya, dalam beberapa hal mereka punya kesamaan-kesamaan, dan dalam beberapa hal lainnya mereka pun punya perbedaan. Cara mendidik anak, cara membuat keputusan, dan lain-lain.

Sepotong Kisah Tragedi Leuwigajah

Salah satu tragedi yang pernah terjadi di negeri kita adalah longsornya ‘gunung’ sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Cimahi. Hujan yang mengguyur kawasan TPA Leuwigajah di satu sisi memang membuat penduduk sekitar lebih nyaman, karena guyuran tersebut bisa ‘menyapu’ aroma tak sedap dari tumpukan sampah. Tetapi di sisi lain bahaya siap mengancam.

Mujahadahnya Supir Angkot

Langit masih gelap, udara masih dingin. Suasana begini enaknya diam di rumah sembari mengenakan mantel atau selimut tebal. Cukup dingin, lebih dingin dari biasanya hingga beberapa jama’ah shalat shubuh di masjid pun datang ke masjid dengan mengenakan jaket yang lebih tebal dari biasanya. Meski lebih dingin dari biasanya, syukur lah shubuh ini tidak hujan.

The Philosophies

Capcay:“Capcay berarti 10 sayur. Namun sayangnya sayur dalam capcay tak selalu 10 (kadang hanya 8, 7, atau bahkan 5 macam) sebagaimana hidup pun tak selalu sempurna. Namun, capcay tetap tersedia dan kita tetap bisa menikmatinya.”

Ketika Telah Berubah

Februari 2005. Awal di mana Masjid Salman ITB mulai banyak mengisi lembaran harian cerita hidup saya. Masih ingat betul saat kami mengikuti acara pembinaan calon pengurus sebuah unit di Salman. Kami para ikhwan yang suka bercanda, dan ada para akhwat yang sangat idealis. Dilihat dari database calon pengurus, kebanyakan calon akhwat berasal dari kampus UPI. Mungkin akhwat UPI (tahun 2004-an) pada idealis kali ya? Yah, seperti apapun mereka, amat kontras dengan kami para ikhwan yang beberapa menit sekali tertawa cekakak-cekikikan selama berjalannya acara ini.

Balada Si Pengelana

Ada satu komentar seorang teman yang masih saja terngiang hingga akhir-akhir ini. “..Adit itu, suka bagi-bagi ilmu atau pengalaman..” Yah, mungkin ada benarnya juga apa yang dia katakan. Saya pribadi tak bisa memungkiri bahwa begitulah keseharian saya dalam berteman. Bercerita (berbagi ilmu dan pengalaman) seperti menjadi menu wajib dalam obrolan, atau sekedar SMS-an.

Ini PR Kita Bersama

Maghrib telah berkumandang, orang-orang di masjid pun segera menikmati makanan berbuka yang telah disediakan. Sesaat kemudian, kami pun menunaikan shalat maghrib berjamaah. Senja semakin gelap seiring lembayung yang mulai pudar diselimuti kelamnya langit. Usai shalat maghrib ini langit sudah tampak seperti malam. Saya pun beranjak, lalu pulang.

It's The Real Me

Jum’at, pagi hari. Pagi ini saya berangkat untuk kuliah. Tapi setelah beberapa saat di kelas, seorang staf jurusan memberi kabar bahwa dosennya ada rapat fakultas. Maklum lah, dosen yang sekarang harusnya mengajar ini adalah pembantu dekan. Apa boleh buat, akhirnya saya memutuskan untuk beranjak dari kampus, karena memang hari ini tidak ada lagi jadwal kuliah.

Akhir Yang Indah


Pak Husin. Sebutlah panggilannya demikian. Sebagaimana kebanyakan ustadz lainnya, pekerjaannya sehari-hari adalah mengajar, mengajar, dan mengajar. Pergi ke sana ke mari, dari masjid ke masjid, dari majelis ke majelis untuk berbagi ilmu pada masyarakat. Kira-kira begitulah orang mengenalnya sebagai ustadz ‘keliling’, alias ustadz yang pekerjaannya keliling tempat untuk mengajar.

Ketika Orang Tua Belajar dari Anaknya

“Dit, nggak ke masjid?”
Begitulah tanya ibu yang seketika itu pula mengejutkan saya. Terkejut? Tentu saja iya, karena saya tak pernah menduga ibu akan bertanya seperti itu. Bila maghrib atau isya saya ada di masjid, ibu selalu SMS, bahkan menelfon menanyakan keberadaan saya. Tapi dibalik menanyakan keberadaan itu, maksud sebenarnya adalah meminta saya untuk segera pulang. Rasanya aneh. Bila saya getol ke masjid, ibu tak jarang meminta saya untuk pulang. Namun bila saya ngebela-belain untuk maghrib, ashar, atau shubuh di rumah, ibu malah bertanya “Kenapa sekarang mah nggak ke masjid lagi?”