Kenapa N250?

Bandung, 10 Agustus 1995. Sebuah hari di mana satu sejarah besar telah terjadi, untuk pertama kalinya bus terbang karya anak bangsa telah mengudara. Sebenarnya sebelum itu ada pula sebuah model yang berhasil mengudara, yaitu CN235 yang dibuat atas kerjasama dengan CASA. Setengah buatan CASA, setengahnya lagi buatan IPTN. Namun model yang diterbangkan perdana pada 10 Agustus 1995 ini lain, buatan Indonesia asli. 17 tahun berlalu semenjak momen itu, menyisakan kenangan yang mengusik hati pemerhati dan pecinta dirgantara negeri, begitu juga untuk kalangan ahli teknologi. Namun hidup terus berjalan, situasi harus langsung direspon dengan tindakan. Perlahan kita mulai melupakan luka lama cerita dikandangkannya N250, karena harus segera menatap-merencanakan-membangun masa depan negeri ini. Namun pada selingan waktu, terbesit pertanyaan: kenapa hanya pesawat model N250 yang dibuat?

Sebagai seorang ahli pesawat sejagat raya, Mr. Crack punya kapabilitas untuk merancang pesawat terbaik di dunia. Yang tentunya -kalau mau- bisa mengalahkan  Boeing, Bombardier, Embraer, Sukhoi, Airbus (macam Hercules dan Fokker sudah tak perlu masuk hitungan lah ya), menandingi kelegendarisan MD. Tapi kenapa yang dibuat justru hanyalah pesawat turboprop kelas jarak pendek?

Memang tak ada jawaban dari Om BJH sebagai perancangnya. Beliau hanya pernah menceritakan masa lalunya saat para pelajar Indonesia dikirim untuk belajar di luar negeri. Untuk apa? Untuk mengembangkan Indonesia. Pesan dari founding father kita saat mengutus mereka adalah supaya segera dapat membuat teknologi yang dapat menyatukan seluruh pulau di Indonesia. Teknologi yang dimaksudkan Bung Karno ada dua: teknologi maritim dan teknologi dirgantara. Jadi sebenarnya, pengembangan Indonesia kita ini sudah direncanakan jauh-jauh hari saat jaman presiden pertama. Industri teknologi maritim dan dirgantara itu adalah industri strategis.

Membuat N250 itu bukanlah masalah gengsi atau prestise, tapi sebagaimana yang diamanatkan oleh founding father kita: membuat teknologi untuk negeri ini. Artinya merancang teknologi yang tepat guna untuk keadaan yang ada di Indonesia. Prototype didesain untuk merespon kebutuhan, bukan untuk bergaya dan embel-embel yang mengundang decak kagum negeri lain. Itulah N250. Logikanya mirip dengan bagaimana kita punya rumah dan menempatkan kendaraan. Bagaimana kita mau menempatkan bus, sementara lahan yang dimiliki hanya memungkinkan untuk memarkirkan motor? Untuk apa punya truk container, padahal yang dibutuhkan adalah kendaraan angkut sekelas mobil box. Jawabannya ada pada rancangan N250.

Para pembaca sekalian, bila pada tahun 90-an suka mejeng di dekat Bandara Husein Sastranegara. Kita sering menemukan pesawat kargo mondar-mandir mendarat-lepas landas di landasan pacunya. Pesawat-pesawat itu sedang bekerja mengirim barang ke sana ke mari di seluruh penjuru Indonesia, mengantarkan logistik-logistik keperluan daerah. Saat mobil dan truk tak mampu melewati perairan, pesawat mampu melewatinya. Saat perahu tak mampu melewati daratan, pesawat mampu melewatinya. Satu hal lagi, pesawat mampu melaju lebih cepat sehingga memakan waktu tempuh yang relatif lebih singkat. Jadi, bila keperluan antar-mengantar dilakukan dengan menggunakan pesawat terbang, itu akan lebih cepat sampai. Bila logistik pembangunan daerah dikirimkan dengan menggunakan pesawat, pembangunan daerah pun akan relatif lebih cepat.

Semakin besar daya angkut pesawat selaras dengan ukuran pesawat, namun itu tentu saja selaras dengan ukuran lapangan yang diperlukan (minimal untuk landasan pacu, parkir, dan bengkel). Kota-kota besar mungkin punya bandara besar yang bisa menampung pesawat-pesawat besar, namun tidak demikian dengan kota-kota kecil, apalagi wilayah-wilayah pelosok.

17 tahun semenjak terbang perdana N250, kita masih bisa menemukan kabar-kabar miris tentang kehidupan di wilayah-wilayah terpencil dan perbatasan. Terutama Kalimantan dan Papua. Infrastrukturnya sangat minim. Akibatnya, akses ke wilayah-wilayah menjadi sangat sulit. Berbeda jauh dengan pulau Jawa yang infrastrukturnya sudah jauh lebih mapan. Egois lah kalau kita memaksakan diri melihat Indonesia hanya dari sudut pandang pulau Jawa. Meski ibukota negara ada di pulau Jawa, wilayah Indonesia bukan hanya pulau Jawa. Masih ada Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Papua, dll. Tentunya dengan keadaan pembangunan yang sangat berbeda. Sebagai gambaran, di Kalimantan dan Papua mobil penjelajah semodel Ford Ranger bisa turun mesin hanya dalam hitungan pekan. Itu menunjukkan keadaan jalur penghubungnya. Keadaan itu menunjukkan betapa tidak meratanya pembangunan di negeri ini, yang nantinya berimbas pada tidak meratanya kesejahteraan. Jangankan mereka yang berada nun jauh di tempat terpencil sana, kita yang enak-enak berada di pulau Jawa pun ingin keluar saja dari sebuah kelompok manakala di kelompok itu kita dikucilkan, diabaikan, dan dikesampingkan. Seolah-olah kita bukan bagian dari kelompok itu. Jadi wajar bila wilayah-wilayah yang tertinggal itu memilih untuk keluar saja dari NKRI.

Sekarang renungkan: betapa pentingnya armada-armada pengangkut berupa pesawat dan helikopter itu. Seandainya pesawat dan helikopter itu merupakan pengangkut untuk kepentingan pembangunan infrastruktur daerah, maka armada udara bisa dianggap sebagai pra-infrastruktur yang mesti terpenuhi. N250 yang diluncurkan 1995 silam merupakan prototype, yang bila IPTN masih ada prototype ini bisa dikembangkan menjadi pesawat yang berlabuh di air dan mampir di pinggir daratan. Jadi tanpa ada bandara pun pesawat bisa singgah untuk mengantarkan logistik.



IPTN itu industri strategis yang dampaknya berskala nasional. Bila ditutup, itu bukan sekedar masalah sebuah perusahaan ditutup dan karyawannya dirumahkan. Tapi lebih dari itu, ada bagian lain yang akan merasakan dampaknya. Masalah Aceh, Irian Barat, dan semoga saja tak bertambah. Sebenarnya jawaban permasalahan negeri ini sudah ada sebagian pada rancangan N250. Desain yang dibutuhkan oleh Indonesia itu bukanlah yang tercanggih hebat dan megah, tapi yang efektif dan efisien untuk keadaan negeri ini. Jadi, bagi kita yang memahami keadaan, terhentinya proyek N250 itu adalah sebuah tangis ratapan negeri. Anda mau percaya, terima kasih. Anda tak percaya pun, silahkan.

Malam selepas hujan
25/12/2012

3 comments:

  1. Sukurlah sekarang akan dibangkitkan kembali dengan Regio Pro melalui PT Regio Aviasi Industri... Semoga sukses..

    ReplyDelete
  2. setuju bro ....kita harus menjadi bangsa yang pede dengan kemampuan yang kita miliki...smg allah mengaruniakan bpk habibie umur panjang agar...bisa mengawal kebangkitan kembali teknologi dirgantara indonesia...

    ReplyDelete
  3. betul banget tuh bang....dengan N 250 itu membuktikan bahwa kita sbg bangsa indonesia mampu membuat pesawat terbang...tidak kalah dengan negara lain

    ReplyDelete