Ada-Ada Aja Nih Komentar

Hmmm... memang apa sih yang kalian lihat dari saya?


Hal ini lagi-lagi terpikir. Terutama karena kejanggalan mereka dengan berkomentar yang 'aneh-aneh', seolah-olah saya punya hubungan dekat dengan dia. Sebutlah namanya Tia, dia adalah seorang teman sejawat. Ya sejawat, karena umur kami tak jauh berbeda.

Sang Pembantu

Dalam hidup ini,
Ada sesuatu seperti samudera
Biru warnanya
Tapi tak demikian saat kau tengok lebih saksama
Lalu, ada angin
Ada gravitasi
Tak berwarna,
Tak berbentuk
Tapi kau percaya sepenuh hati...
Maka, masihkah matamu mengambil alih seluruh akalmu?
(A. Mukhlis dalam buku “Jiwa-Jiwa Gagah yang Pantang Menyerah”)

Zhuhur di sebuah sudut kota. Orang-orang tampak keluar dari gedung perkantoran untuk menunaikan shalat zhuhur, dan sebagiannya lagi menyusuri jalan untuk mencari santapan makan siang. Usai shalat zhuhur di sebuah masjid kantor, saya pun mencari tempat makan. Maklum, saya juga sudah lapar. Akhirnya pilihan saya jatuh pada sebuah warung nasi (warnas) yang nyempil di pinggir sebuah gang. Sengaja saya pilih tempat makan yang ini, karena mau menyesuaikan dengan isi dompet.

Percaya Takdir?

Entah bagaimana menjelaskannya. Saya pikir tiap orang punya cara masing-masing untuk menjelaskan apa itu takdir.

Kenapa sekarang saya seperti ini? Dan kenapa kenapa sekarang anda seperti ini? Sulit bagi saya untuk menjelaskan mengapa saya bisa jadi seperti ini. Tapi yang jelas, salah satu alasan yang berani saya katakan adalah 'mungkin' takdir saya memang demikian. Tepatnya inilah sekenario hidup saya yang telah disusun oleh-Nya.

Belajar Menikmati Proses

Mengeluh. Kira-kira itulah yang bisa saya simpulkan dari kebanyakan orang yang curhat. Walau sebenarnya saya sendiri terkadang masih suka mengeluh. Tapi setidaknya, selalu saja ada keluhan saat kita menceritakan masalah. Entah itu orang lain, maupun saya sendiri. Sejauh ini sih begitu. Kalau bukan keluhan, tidak akan jauh dari kesan-kesan yang bernada negatif lah. Jarang ada orang yang sabar menghadapi masalah.

Pengantar Keceriaan

Hari masih siang. Terik matahari masih menyoroti jalanan di kota ini. Tak terkecuali saya yang tengah melangkahkan kaki menyusuri jalanan. Di sebuah tempat, tampak ada orang-orang tengah berkumpul, berkerumun. Sesuatu yang seketika itu membuat saya penasaran. Ada apa ya? Rasa penasaran ini menuntun saya untuk menghampiri kerumunan itu, dan melihat apa yang terjadi. Ternyata, ada pertunjukan doger monyet. Pantas banyak anak-anak dan ibu-ibu. Anak-anak sepertinya senang dengan pertunjukan ini. Terlihat dari wajah mereka yang sumringah. Sementara ibu-ibu tengah menjaga anak-anaknya. Bagi para ibu, sekalian ngasuh anak juga. Setidaknya, doger monyet bisa mengalihkan perhatian anak-anak, dan itu bisa membuat ibu-ibu sedikit istirahat dari ulah anak-anak mereka yang bandel, tak mau diam, dan tentunya melelahkan. Tak aneh bila ibu-ibu sudi memberi selembar-dua lembar uang 1000-an pada tukang doger monyet ini.

Aneh Tapi Begitulah Adanya

Aneh. Mungkin itulah yang tepat untuk menggambarkan keadaan di kampus saya ini. Saya kuliah di Universitas Pendidikan Indonesia, reinkarnasi dari IKIP Bandung. Sebuah perguruan tinggi negeri (PTN) di Bandung, favorit ketiga setelah ITB dan Unpad.