Pengantar Keceriaan

Hari masih siang. Terik matahari masih menyoroti jalanan di kota ini. Tak terkecuali saya yang tengah melangkahkan kaki menyusuri jalanan. Di sebuah tempat, tampak ada orang-orang tengah berkumpul, berkerumun. Sesuatu yang seketika itu membuat saya penasaran. Ada apa ya? Rasa penasaran ini menuntun saya untuk menghampiri kerumunan itu, dan melihat apa yang terjadi. Ternyata, ada pertunjukan doger monyet. Pantas banyak anak-anak dan ibu-ibu. Anak-anak sepertinya senang dengan pertunjukan ini. Terlihat dari wajah mereka yang sumringah. Sementara ibu-ibu tengah menjaga anak-anaknya. Bagi para ibu, sekalian ngasuh anak juga. Setidaknya, doger monyet bisa mengalihkan perhatian anak-anak, dan itu bisa membuat ibu-ibu sedikit istirahat dari ulah anak-anak mereka yang bandel, tak mau diam, dan tentunya melelahkan. Tak aneh bila ibu-ibu sudi memberi selembar-dua lembar uang 1000-an pada tukang doger monyet ini.



Saya hanya bisa tersenyum memperhatikan mereka. Berhubung rasa penasaran ini sudah terpenuhi, saya pun melanjutkan perjalanan. Saat ini pemberhentian selanjutnya adalah kedai di jalan Gelap Nyawang. Maklum, perut sudah keroncongan. Lagipula ini tempat yang cocok untuk dompet mahasiswa seperti saya. Akhirnya, di bawah siang yang terik ini pun saya bisa menikmati makan siang. Tak lama berselang, datanglah sekelompok pengamen yang entah datang dari mana. Awalnya saya merasa tak nyaman dengan kehadiran mereka. Tapi kesan itu berubah setelah mereka membawakan sebuah tembang. Judul tembangnya tak begitu penting, tapi yang penting justru bagaimana mereka membawakannya. Jarang-jarang ada kelompok ngamen yang pakai biola. Kalaupun ada yang berbeda dari suasana kedai ini, setidaknya itu adalah kehadiran mereka. Mereka berbeda karena biola.

Sejujurnya, saya terpukau dengan aksi pebiola ini, dan saya hanya senyum, tertawa kecil sambil geleng-geleng kepala. Senang melihatnya, dan sepertinya saya harus bilang, “Inilah nuansa kedai di pinggir jalan Kota Bandung”.

Perjalanan pun dilanjutkan, sampai akhirnya saya menemukan sebuah rumah yang tampak ramai. Kalau diperhatikan dari hiruk-pikuk isi rumahnya sih, sepertinya ada yang tengah ulang tahun. Tepatnya ulang tahun anak. Terang saja acara ulang tahun anak, lha terlihat ada badut yang lagi sulap. Seperti apapun acara ini, saya tak tahu. Tapi hal ini mengingatkan saya pada acara ulang tahun sepupu saya sekitar satu dekade silam. Dulu, bibi saya pun mengundang badut untuk sulap. Biasa lah, kesukaan anak-anak. Anak-anak ceria, orang tua bahagia. Saya rasa, itu juga yang terjadi di sini. Ada badut yang diundang untuk memeriahkan acara ulang tahun anak.

Hari yang cukup melelahkan. Aktivitas seharian ini pun ujungnya saya akhiri dengan menonton sebuah acara komedi di televisi. Lumayan lah, untuk menghibur diri. Yah, berhubung saya suka bercanda, jadi saya tertarik pada dunia percandaan, dan terkadang saya menelusuri kehidupan para komedian. Melihat sisi lain kehidupan para komedian adalah hal yang menyenangkan. Setidaknya untuk saya. Ya, itu karena sebagai bagian dari profesi ‘objek tertawaan’, mereka mengakui bahwa pekerjaan ini adalah pekerjaan menghibur orang. Pekerjaan yang membuat orang lupa pada stres-nya. Itulah komedian.

Ada doger monyet, pengamen, badut, dan komedian. Apa yang menjadi kesamaan diantara mereka? Kita mungkin punya pandangan yang berbeda. Boleh jadi beberapa diantara mereka adalah objek tertawaan, beberapa diantaranya merupakan orang-orang yang terpinggirkan, bahkan mungkin terhitung melarat. Pekerjaan mereka adalah menjadi ‘bahan tertawaan’, dan mungkin terkesan menjual ‘harga diri’ (bukan menjual kehormatan). Lihatlah mereka! Berjuang di bawah teriknya panas matahari, menempuh puluhan kilometer dengan berjalan kaki, keringat yang tak tertahan lagi, penghasilan yang mungkin tak seberapa, dan hanya kolong jembatan atau pohon rindanglah yang jadi tempat berteduhnya. Seperti itulah pekerjaannya, dan tujuannya adalah membuat orang lain terhibur. Anak-anak ceria, orang tua bahagia.

Mungkin pekerjaan itu terkesan aneh bagi sebagian orang. Tapi saya sendiri percaya, bahwa selain mereka, ada orang-orang yang juga sama-sama suka ngebodor. Bahkan mungkin orang yang ada di dekat kita justru ‘tukang bercanda’ yang pekerjaannya sama-sama membuat kita tertawa terpingkal-pingkal. Setidaknya teman kita itu juga cukup menghibur, atau sejenak menghilangkan stres.

Mereka datang, ‘ditertawakan’, dan orang-orang pun bersorak, kegirangan, tersenyum. Yah, memang ada sesuatu yang mereka bawa untuk orang-orang, yakni keceriaan dan kebahagiaan. Karena itulah mereka bekerja sebagai pengantar, tepatnya pengantar kebahagiaan.

This is our together life, and they fill it with some happiness. Even sometimes there’s nothing to appreciate the gift that they bring to us.

Sebuah sudut kota Bandung, 24 Oktober 2010

0 comments:

Post a Comment