When She’s Crying

Tahukah kamu?
Semalam tadi aku menangis mengingatmu mengenangmu.
Mungkin hatiku terluka dalam,
atau selalu terlukiskan kenangan kita.
(Audy - Menangis Semalam)

Sepertinya tak salah apabila ada episode atau scene tertentu yang disukai oleh masing-masing orang. Ada yang menyukai bagian pertengkaran dimana dua tokoh mengekspresikan emosinya masing-masing, ada penyuka epik petualangan yang mengeksplor imajinasi, ada penggemar cerita violence yang dipenuhi scene kekerasan, dan lain-lain. Mungkin selera semacam itulah yang mengantarkan ketertarikan orang-orang dalam memilih cerita (bacaan atau film) mereka masing-masing. Secara umum, ada yang menyukai action, drama, thriller, mistery, komedi, sains-fiction, dan lain-lain. Namun ternyata tidak sesederhana itu, terkadang selera menuntun pada hal-hal yang lebih detail. Bagi kita penikmat genre action-petualangan, mungkin film semacam Indiana Jones menjadi genre yang digemari. Sebagaimana bagi kita yang menyukai genre drama-kehidupan, tipikal Dorama Jepang menjadi referensi penting.


Seorang teman mengaku bahwa dirinya menyukai tema-tema perselingkuhan. Ada pula teman yang menyukai action tembak-tembakan. Penyuka film yang menuntut penontonnya mikir seperti “V for Vendetta” dan “Inception” juga ada. Lain dari itu, Teteh saya penikmat film kolosal. Sedangkan saya? Tentu saja punya selera tersendiri. Entah dari mana awalnya, tapi selalu terasa ada kesan yang lain saat melihat perempuan menitikkan air matanya. Mungkin itu yang membuat saya menyukai genre Drama Korea yang kebanyakan adalah film-film sedih, seperti “Sad Movie”, “My Girl and I”, “More Than Blue”, atau “A Love to Kill”. Meski tidak melulu sad ending, tetap saja drama Korea masih kentara dengan adegan-adegan sedih dan menangisnya. Seperty “My Sassy Girl”, atau “The Beast and The Beauty”.

Aaouwh.. it’s really difficult to be ilustrated.

Serasa gimana gitu, kalau melihat perempuan menangis. Seperti kasihan, mengiba, seolah-olah hati ini luluh lantah dibuatnya. Jangankan melihat pipinya dibanjiri air mata yang deras, melihat matanya mengembun berkaca-kaca dengan mulut cemberut pun rasanya hati ini sudah meluluh. Maka jadilah diri ini terbawa hanyut oleh suasana, larut dalam emosi dari tetes demi tetes air mata. Ah, betapa sendunya adegan tangis. Mungkin ada benarnya apa kata beberapa orang, bahwa air mata adalah senjatanya perempuan, meskipun mereka tidak akan menangis di depan sembarangan orang. Kenyataannya, saya yang seorang anak bandel dan doyan bercanda ternyata merasa tak berdaya bila melihat perempuan menangis.

Begitu dalam menikmati film, dan begitu juga dalam dunia nyata. Tetap ada kesan yang berbeda saat melihat perempuan menangis. Perlu digarisbawahi, bukan menyukai, namun saya mengakui bahwa itu adalah hal yang amat berkesan. Serasa berkesan melihat perempuan menangis bukan lantas saya senang bila membuat mereka menangis. Tega ama kaleeee, kalau saya ngegaplok demi melihat mereka menangis!

Memang saya pernah beberapa kali tak sengaja menemukan pemandangan perempuan sedang menangis, yang seketika itu pula menarik perhatian dan membuat saya terpaku sejenak memandangnya. Berkesankah? Tentu saja. Dan satu lagi, seringkali jadi terpikir-pikir bagaimana isi benaknya hingga sedemikian tak mampu lagi menahan tangis. Kisah hidup apakah yang dia maknai sedemikian sendunya hingga tak kuasa lagi membendung air mata?

Mungkin tak banyak yang saya ingat. Yah, hanya beberapa. Satu diantaranya adalah orang asing yang tidak saya kenal sosoknya, sedangkan dua lagi adalah orang yang saya kenal di kampus. Pertama, saat berjalan lewat depan pusat fasilitas IT kampus, tak sengaja melihat ada seorang mahasiswi yang memeluk temannya. Kenapa ya? Setelah dilihat lebih dekat, ternyata dia tengah memeluk temannya yang tengah menangis meluapkan emosinya. Saya tak bertanya apa yang terjadi padanya, karena saya memang tak mengenal siapa mereka. Dan lagi saya tak mau ikut campur urusan mereka. Diri ini sekedar bisa mengakui bahwa itu adalah pemandangan yang membuat hati saya tersentuh.

Kedua, kejadiannya tepat terjadi di depan saya saat dosen tidak ada di kelas. Saat itu kami sedang kuliah statistik, dan dosen sekedar memberikan bahan untuk dipelajari bersama-sama. Saya dengan beberapa teman berdiskusi dalam bentuk kelompok kecil, dan salah satu yang menjadi teman diskusi saya adalah Uni si cerewet yang ekspresif. Baginya saya adalah sosok pendiam bermuka datar yang menyebalkan. Ya menyebalkan, karena berwajah datar tanpa ekspresif. Dia kerap protes karena sifat saya yang datar-datar itu. Termasuk saat itu kuliah statistik, saat langit mendung dan hujan deras disertai petir. “Kamu tuh kenapa sih datar-datar amat?!!!” bentaknya, yang sesaat kemudian terdengar suara petir keras menghentakkan langit dan mengagetkan kami di kelas. Seketika itu dia langsung menangis sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Entah kenapa. Mungkin karena dia sangat terkejut, mungkin ketakutan, mungkin juga ditambah kekesalannya pada saya. Namun satu hal yang membuat saya masih ingat, yaitu karena bagi saya melihat adegan perempuan menangis adalah scene yang selalu berkesan. Maaf ya, Uni!

Ketiga, seorang adik kelas menangis saat kami nongkrong bareng di angkringan. Air matanya tak tertahan lagi tepat setelah saya bercerita sesuatu tentang bagaimana beberapa temannya di kampus bertanya tentang kabarnya. Awalnya dia sekedar menyandarkan pipi kiri di telapak tangan kirinya dengan sikut kiri yang disanggakan di meja. Persis menghalangi pandangan saya yang duduk di sebelah kirinya, jadi saya tak bisa melihat wajahnya. Beberapa detik kemudian dia tampak menyusut pipinya. Suasana tak cukup terang, jadi saya tak bisa melihat bagaimana air matanya muncul membasahi pipinya. “Kalo emang peduli, kenapa sih SMS aku gak pernah dibales?!!” Ketus dia meluapkan seluruh emosinya yang disambung dengan air mata yang lebih deras, meringis sesenggukan. Sedangkan saya, sama sekali tak berkutik memperhatikannya. Mungkin dia tengah kesepian merindukan teman-temannya. Saya tak tahu bagaimana persis permasalahannya, sekedar merasa tak berkutik karena kesan dari adegan itu.

Hehe... tega juga ya?! Memang berkesan melihat adegan itu, tapi bagaimanapun juga itu adalah adegan-adegan yang tak bisa saya hindari dalam hidup ini. Dan itu terjadi di luar keinginan saya. Melihat adegan perempuan menangis memang terasa berkesan bagi saya, seperti drama Korea. Namun itu bukan berarti alasan untuk menyakiti perasaan orang lain. Karena kita sama-sama tak mau tersakiti.


그래도 언제나 당신을 사랑
Bandung, 18/10/2012

0 comments:

Post a Comment