Bantu Atuh Lah !!!

Bila dipilih untuk memimpin, dan menyadari ada banyak sekali tugas, kira-kira apa yang diinginkan? Kalau saya pribadi, tentunya ingin dibantu. Bukan diberi ucapan "Selamat" karena terpilih sebagai orang terpandang, apalagi dipuji-puji layaknya selebritis yang diburu untuk didapatkan tanda tangan dan foto barengnya. Ya, hanya itu: dibantu. Supaya lancar dan berhasil. Alias tujuannya terpenuhi.

Bila jadi ketua panitia kegiatan kecil saja sudah berharap dibantu, untuk yang ruang lingkupnya lebih besar pasti lebih butuh bantuan. It really happened. Bila untuk kegiatan tingkat beberapa RT saja saya butuh bantuan, apalagi untuk yang tingkat RW dan kelurahan. Saya lebih butuh banyak bantuan. Bantu berpikir, mengurai masalah, mencari solusi, hingga ke teknis.

"Di kepanitiaan jadi apa?"
"Jadi Ketua."
"Wah, hebat euy. Kegiatannya apa aja?"
"Banyak. Lomba, bazzar, pentas..."

Lumayan ngenes. Ditanyai, tapi tak membantu. Ya setidaknya untuk cari dana lah. Awalnya saya menduga bila ditanyai seperti itu, si penanya akan membantu. Terlebih lagi bila si penanya adalah keluarga sendiri. Tapi saya mendadak lesu saat selesai ditanya, karena keluarga saya tak membantu. Sejak itu saya mulai berpikir, kasihan juga orang lain yang mengalami nasib serupa. Walaupun ada juga yang kalau dipikir-pikir lebih ngenes. Dipilih jadi ketua, lalu menjalani hidup lebih seperti selebritis. Orang-orang mengejarnya demi mendapatkan foto bareng, lalu meng-upload di akun social media. Tugasnya dibantu oleh si peng-upload? You can imagine it.

Syukur kalau dibantu. Kalau tidak, itu sangat piwatireun. Kira-kira itu pula yang ada dalam pikiran saya beberapa tahun silam saat Walikota Bandung baru meresmikan Skate Park di bawah Flyover Pasupati, yang lokasinya persis di sebelah Taman Jomblo. Selepas maghrib, Kang Walkot mampir untuk memantau. Sontak, para penongkrong pun mengerumuninya untuk minta foto bareng. Tak ada yang salah dengan foto bareng Walikota, hanya saja yang menyedihkannya adalah beberapa hari kemudian di area taman itu sudah banyak corat-coret.

Kesannya, mengidolai dan menyayangi Kang Walkot itu caranya dengan foto bareng lalu upload ke social media, tak masalah apabila karyanya dirusak dan dikotori. Itu kira-kira kesimpulan dari apa yang terlihat. Walau saya sendiri asa keuheul pisan.

Senyuuuummmm !!!!

Itu di Bandung. Di tingkat nasional pun terlihat sama. Setelah Mas Joko menjadi Presiden, hanya terlihat aksi-aksi maya dalam membela Mas Joko. Ya, aksi-aksi maya. Alias aksi-aksi di dunia maya. Bukan aksi-aksi nyata seperti ratusan relawan yang berangkat ke Riau berkabut tebal. Saya membayangkan, sekiranya ada di posisi Mas Joko, betapa ngenesnya saat sadar bahwa yang nyata membantu bukanlah para pendukungnya. Saya sih gitu. Nggak tahu kalau yang lain mah.

Para penolong yang berangkat ke Riau itu justru bukan mereka yang berkoar-koar tentang Pilpres dan Pemimpin terpilih. Mereka juga bukan fans tokoh-tokoh politik. Mereka hanya orang-orang yang peduli pada sesamanya, dan ingin melakukan aksi untuk menolong. Di tempat lain? Serupa. Para aktor di dunia nyata kebanyakan tak eksis di social media. Di dunia maya, mereka seringnya posting kegiatan-kegiatan yang sudah dijalankan. Bukan banyak beropini politis, mengomentari keadaan, dan merendahkan sosok tertentu.

Kalau di selokan ada sampah, masih lebih baik memungut dan membuangnya ke tong sampah ketimbang memfoto dan upload ke socmed. Kalau ada orang kecelakaan motor tepat di hadapan, masih lebih baik membantunya ketimbang menontonnya di pinggir jalan. Kalau ada sepasang teman yang belum menikah, masih lebih baik menawarkan bantuan ketimbang bertanya melulu: "Kapan nikah?". Lebih nyata membantu dalam bentuk membayarkan segala kebutuhan pernikahan, ketimbang menasihati untuk segera akad. Kalau ada teman yang menjomblo, lebih baik carikan pasangan ketimbang menyindir. Seperti membuat sambal. Kalau mau menambah pedas, ya tambahkan cabe, cengek, jahe, atau bahan apapun yang menjadikannya lebih pedas. Kan life rules-nya begitu.

Bagi saya -yang tengah diamanati tanggung jawab kewargaan- sih begitu. Masalah lebih membutuhkan solusi ketimbang kesan baik. Bagi yang lain, mungkin kesan baik lebih penting.

9 Rajab 1437

4 comments:

  1. Ini bukan curhat terselubung kan, Dit? :) Aku mah kalau ditanya kapan merit jawabannya selalu gini, "Kenapa? situ mau jadi sponsor??" atau "Nanti aku rikues kado, ya. Ga boleh protes." Yang nanya gitu biaanya nyengir asem.

    ReplyDelete
  2. Iya nih, sempet dimusuhin org berkali2 karena tanpa sadar membully dg cara seperti itu.

    ReplyDelete