The Hope

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (al-Baqarah 186).

Tahun 2002, saya ‘divonis’ kehilangan impian. Impian saya semenjak kecil adalah menjadi seniman. Impian ini pula yang mengantarkan saya untuk menatap FSRD ITB sebagai tujuan pasca SMA. Namun sayang, impian itu kandas begitu ibu bersikukuh melarang saya untuk masuk FSRD. Seumur hidup, ini adalah pengalaman terpahit dalam hidup saya. Kenyataan ini telah meruntuhkan semangat hidup, dan menyadarkan saya bahwa impian yang telah saya bangun semenjak SD harus sirna begitu saja.

Bingung? Tentu saja saya bingung, saya tak tahu lagi mesti gimana. Tak terpikirkan rencana lain. Karena itu, saya menjalani hidup tanpa ada tujuan yang jelas.

Akhir kelas 3 SMA, mau tidak mau saya harus memilih jurusan untuk kuliah. Karena saat itu saya suka Kimia (gara-gara gurunya enakeun), akhirnya saya memilih Farmasi ITB untuk pilihan ke-1 SPMB. Pilihan keduanya, saya tak tahu mau milih apa?

Awalnya saya hendak memilih Pendidikan Matematika UPI sebagai pilihan ke-2 SPMB. Tapi di buku petunjuk ternyata di UPI juga ada jurusan Psikologi (nondik), dan ini tahun pertama dibukanya jurusan Psikologi (nondik) di UPI. Karena penasaran, akhirnya saya malah memilih Psikologi sebagai pilihan ke-2. Gambling juga.

“Ya Allah, tunjukkanlah jalan yang terbaik untukku. Saya bener-bener gak tau.”

Saya hanya melakukan yang terbaik. Saya mempertaruhkan segalanya untuk pilihan pada SPMB ini. Tak ada satu pun orang di keluarga saya yang berprofesi di dunia Farmasi dan Psikologi. Jadi saya benar-benar nge-blank akan pilihan ini.

Sebulan setelah SPMB, saya dapat berita bahwa saya lulus pilihan ke-2. Saya masih dilema, karena ini bukan impian saya. Di sisi lain, saya lulus seleksi D3 Unpad, dan ibu keukeuh ingin saya masuk D3 Akuntansi Unpad. Jadi, saya makin dilematis.

“Ya Allah, bila ini yang terbaik untukku, maka perlancarlah. Bila bukan, berilah hamba petunjuk.”
Setelah melalui perdebatan yang alot dengan ibu, akhirnya saya diizinkan untuk memilih Psikologi. Ibu, ayah, dan kakak saya tidak mempunyai latar belakang pendidikan di bidang Psikologi. Jadi kalau ditanya tentang profesi di bidang Psikologi, jangan harap mereka bisa berbuat banyak. Pilihan ini membuat saya mempertaruhkan masa depan untuk sebuah keputusan yang sebenarnya adalah ‘gambling’ dan bukan impian saya.

Saya tak tahu apa yang akan terjadi sampai saya mengalaminya. Saya hanya bisa melakukan yang terbaik dengan keadaan saya yang seadanya.

Tahun demi tahun berlalu. Saya pun beres ujian sidang. Rasa cemas dan dilematis kembali menghampiri. Saat masih kuliah, tujuan saya jelas, yaitu lulus sidang. Baru saja beberapa menit keluar dari ruang sidang, saya bingung. Apa yang selanjutnya akan saya lakukan? Lanjut S2, buka usaha, atau kerja?

“Ya Allah, tunjukkanlah jalan yang terbaik untukku. Saya bener-bener gak tau.”

Hidup ini saya jalani seperti biasanya. Takdir terjadi seperti air yang mengalir begitu saja. Salah satu pilihan kian terbuka lebar, sedangkan 2 sisanya tidak. Pilihan yang 1 itu tak lain adalah S2. Ibu sepenuhnya mendukung saya untuk lanjut ke S2. Itulah sebabnya saat ini saya memilih untuk fokus pada seleksi S2.

Tak ada lagi impian untuk dikejar, namun skenario hidup saya sudah ada, dan saya tinggal menjalankannya. Sekarang, saya hanya ingin menjalani hidup ini dengan sebaik-baiknya.

0 comments:

Post a Comment