Berhenti sejenak

Cobalah untuk mengangkat tangan kita ke atas dengan menggenggam sebuah gelas. Sebuah tangan yang dipakai untuk mengangkat sebuah gelas, sedetik kemudian kita belum merasakan apa-apa, semenit kemudian tangan kita akan mulai merasa pegal, sejam, dua jam kemudian mungkin rasa pegal itu sudah mencapai puncaknya dan tangan kita pun terasa sakit, tak sanggup lagi untuk mengangkatnya.
Seperti tangan yang terus-menerus mengangkat beban, lama-kelamaan akan lelah, begitu pun dengan kita. Tentunya sebagai seorang manusia kita pun membutuhkan istirahat. Apalagi sebagai seorang mahasiswa/pelajar yang terus-menerus mengerjakan PR-nya membangun negeri ini, pasti akan sangat melelahkan. Dari pagi sampai malam penuh dengan serangkaian aktivitas, dari minggu ke minggu lain terisi dengan sejumlah agenda, dari pintu kamar ke masjid, kampus, sekolah, perpustakaan, warnet, dan lain-lain sampai kembali ke kamar, semuanya terus bersambung. Kuliah, mengerjakan tugas, nyari artikel, searching buku, mengelola kegiatan, ngajar bimbel, nyiapin bahan bimbel, semuanya memadati keseharian kita. Segala keluh keringat terus menghiasi kehidupan kita, sampai-sampai ada yang mengatakan “Wah, hebat ya si kakak semangatnya, kayak yang nggak cape aja, ya? Emang ‘kuli’ itu si kakak.”

Karena kita adalah manusia, butuh makan, minum, dan lain-lain, juga istirahat. Tapi rasanya begitu bangga bila orang lain melihat kita sebagai ‘orang super’ yang kelihatannya ‘tahan banting’ menghadapi serangkaian aktivitas yang begitu bertumpuk. Tanpa teringat bahwa kita telah mengabaikan diri kita sendiri. Bayangkan, bila hidup kita terus seperti itu, pergi pagi pulang malam dengan serangkaian aktivitas yang menguras tenaga dan pikiran. Lalu, bagaimana dengan diri kita sendiri? haruskah sampai begitu terdzaliminya, hak-hak body sampai kita abaikan.

Tanpa mengabaikan amanah yang ada di pundak, rasanya sudah begitu sering kita membohongi diri sendiri bahwa kita masih mampu menjalankan amanah itu, padahal sebenarnya kita sedang penat, lelah, pusing, stres. Kita seperti tidak memiliki waktu untuk menghibur diri sendiri, bermain, beristirahat, melepaskan sejenak segala beban kita.

Jika saat ini kita terduduk dan melihat ke belakang, kita akan temukan begitu banyak yang telah kita kerjakan, begitu jauh jalan yang telah kita lalui. Dan pernahkah kita melihat kembali apa saja yang telah kita lakukan. Siapa yang akan menyangka selama kita sibuk beraktifitas ternyata kita mengabaikan seorang teman yang kala itu membutuhkan kehadiran kita di sampingnya, siapa sangka ketika orang tua atau keluarga kita membutuhkan bantuan ternyata kita sedang sibuknya ngajar bimbel, siapa sangka ketika kita hendak mengingatkan akan kebaikan ternyata cara kita bersikap malah membuatnya tersakiti dan malah antipati, siapa yang akan menyangka ketika kita ‘bersungguh-sungguh’ ternyata sebenarnya kita masih mampu melakukan yang lebih baik, siapa yang akan menyangka kalau selama ini yang kita pelajari ternyata tidak bermanfaat bagi hidup ini, siapa yang akan menyangka kalau sebenarnya mereka (murid-murid) bukanlah orang yang butuh diajari melainkan butuh perhatian dan pengertian.

Begitu jauh jalanan yang kita lewati, namun jarang kita menatapnya kembali. Selama ini, pikiran kita sudah melanglang buana memikirkan pekerjaan, setumpuk amanah, tugas-tugas, orang-orang yang stres, korban-korban bencana, susahnya hidup menjadi seorang guru atau dosen (bagi yang mau jadi guru atau dosen). Tapi pernahkah terpikirkan, bahwa ternyata ada seorang teman yang membutuhkan bantuan kita, seorang teman yang ternyata membutuhkan seseorang untuk mendengarnya bercerita, seorang teman yang merasa dirinya terbuang, seorang teman yang merasa kesepian, seorang teman yang butuh bantuan dalam menjalankan amanahnya.
Masihkah teringat ketika dahulu kita pernah berbuat salah pada seseorang, lalu kita meminta maaf pada orang itu. Tanpa kita sadari, mungkin kita kembali melakukan kesalahan yang sama padanya. Masihkah teringat, ketika dahulu ada seorang teman yang selalu mengingatkan kita untuk sabar dalam memegang amanah, namun ternyata kita malah mengabaikan omongannya, padahal itu untuk kebaikan kita. Masihkah teringat ketika kita curhat pada seorang teman yang selalu bersedia menjadi tempat curhat kita, mungkin saat ini dia sedang tertekan, kesepian, seorang diri di suatu tempat. Masihkah teringat ketika dulu ada seseorang yang selalu berbuat baik pada kita, yang mungkin kini dia sedang kesusahan di sebuah tempat. Masihkah teringat pada seseorang yang mengajarkan kita untuk menjadi seorang teman yang baik, yang kini mungkin ia sudah tidak ada di samping kita lagi. Pernahkah terpikirkan untuk membalas kebaikannya, meski pada orang yang berbeda?

Masihkah teringat, dahulu ketika ada teman yang tertawa dengan lepasnya karena melihat tingkah kita, ketika ada seorang teman yang tak kuasa tersenyum menahan tawa karena sikap kita, atau tersenyum lebar begitu cerianya ketika kita melakukan sesuatu untuknya. Matanya yang berbinar-binar, bahkan sampai berair, terharu karena menemukan kebahagiaan dari seorang teman. Namun, pernahkah terbayangkan seandainya kita tak ada untuknya, mungkinkah dia masih sanggup tertawa seperti ketika kita ada untuknya, mungkinkah dia masih bisa tersenyum seperti ketika kita berada di dekatnya. Pernahkah terbayangkan bahwa kita memiliki arti untuknya.

Teringatkah ketika dulu ada seseorang yang mau berbagi kisahnya pada kita, ketika ada seseorang yang mempercayai kita untuk menyimpan rahasianya, ketika ada seseorang yang memilih kita untuk menjadi tempatnya melepas beban hati, ketika ada seseorang yang menjadikan kita sebagai tempatnya berbagi perasaannya. Namun pernahkah kita membayangkan bila kita harus meninggal-kannya, dan ia kesusahan mencari kita, ia kesusahan mencari pengganti orang yang selama ini mau mendengarkan segala keluh kesahnya, ia kesulitan mencari orang yang bersedia untuk berbagi waktu dengannya, hanya demi mengurangi bebannya, hanya demi membuatnya merasa tenang, hanya untuk membuatnya menemukan setitik kebahagiaan. Pernahkah terpikir, bahwa ia menaruh harapannya pada diri kita.

Sudah begitu jauh jalan yang telah kita tempuh, sudah begitu perih jalan yang telah kita lewati, sudah banyak hal yang kita temui selama perjalanan.

Beristirahatlah, sambil merenungkan kembali apa yang telah kita lakukan selama ini. Beristirahatlah, karena perjalanan kita tempuh mungkin masih sangat jauh. Beristirahatlah, karena yang cobaan akan kita lewati lebih berat lagi. Beristirahatlah, di depan sana masih banyak orang yang sedang menanti dan membutuhkan kita. Berhentilah sejenak, hanya untuk sekedar menata kembali langkah-langkah kita.

Beristirahat bukan berarti berhenti dari tugas yang harus kita lakukan. Beristirahat adalah sebuah masa dimana kita kembali mengumpulkan tenaga dan berevaluasi untuk kembali melaksanakan tugas kita.

Wallahu a’lam bishawab.

0 comments:

Post a Comment