"Beda antara ngajar ikhwan dengan akhwat. Terutama yang akhwat, akhwat yang masih muda -di bawah 30 tahun- berbeda jauh dengan yang sudah berumur/ibu-ibu. Kalau akhwat yang masih muda, pada jaim. Nah, kalau yang ibu-ibu justru sebaliknya. Heureuy wae!" begitulah kata pengajar tahsin saat beliau menceritakan pengalamannya selama mengajar. Beliau memang banyak berbagi pengalaman seputar 'mengajar' pada kami. Maklum, beliau pernah bilang bahwa hampir semua peserta tahsin -terutama yang ikhwan- adalah orang-orang yang punya kepentingan buat ngajar.
Kalau dipikir-pikir, ada benarnya juga apa yang beliau sampaikan. Selama saya bergaul, memang demikian yang saya alami. Kalau kaum lelaki -baik tua maupun muda- dari dulu akan tetap sama. Yang jaim tetap jaim, yang 'malu-maluin' tetep 'malu-maluin'. Sedangkan perempuan, mudanya jaim, tuanya baru nggak jaim (banyaknya sih gitu). Bergaul sama wanita muda jauh berbeda jauh dengan bergaul sama ibu-ibu.
Selama ini, bila saya bergaul dengan ibu-ibu, mereka biasanya tak sungkan untuk menceritakan pengalaman-pengalaman hidupnya. Tak jarang mereka menceritakan pengalaman-pengalaman yang tak mengenakkan, bahkan kadang memalukan. Satu hal lagi, mereka terkadang mereka juga tak sungkan untuk menceritakan kesalahan yang pernah dulu pernah mereka lakukan. Lalu di akhir cerita, mereka berpesan, "Pokoknya jangan sampai lah Kamu kayak gitu!", "Ibu mah nggak mau kamu ntar kayak gitu!", "Nanti, kalau udah waktunya, Kamu bakal ngerasain hal itu. Moga aja Kamu nanti nggak ngelakuin kesalahan itu!"
Saya yakin, mereka tahu bahwa pengalaman-pengalaman yang mereka ceritakan itu adalah hal yang memalukan. Namun mereka memberanikan diri untuk menceritakannya hanya sekedar supaya kesalahan-kesalahan mereka kelak tidak akan terjadi lagi pada orang lain, khususnya bagi yang mendengar cerita-cerita mereka.
Mungkin inilah bedanya ibu-ibu dengan kalangan wanita muda. Sejauh ini sih, pemudi lebih biasa menutup diri mengenai hal ini. Mengatakan "Jangan diceritain atuh ih! itu kan aib!"
Saya tak tahu kenapa demikian. Tapi beginilah bedanya 2 masa.
Dalam sebuah senja yang ramai
Dago, 28 Maret 2011
Kalau dipikir-pikir, ada benarnya juga apa yang beliau sampaikan. Selama saya bergaul, memang demikian yang saya alami. Kalau kaum lelaki -baik tua maupun muda- dari dulu akan tetap sama. Yang jaim tetap jaim, yang 'malu-maluin' tetep 'malu-maluin'. Sedangkan perempuan, mudanya jaim, tuanya baru nggak jaim (banyaknya sih gitu). Bergaul sama wanita muda jauh berbeda jauh dengan bergaul sama ibu-ibu.
Selama ini, bila saya bergaul dengan ibu-ibu, mereka biasanya tak sungkan untuk menceritakan pengalaman-pengalaman hidupnya. Tak jarang mereka menceritakan pengalaman-pengalaman yang tak mengenakkan, bahkan kadang memalukan. Satu hal lagi, mereka terkadang mereka juga tak sungkan untuk menceritakan kesalahan yang pernah dulu pernah mereka lakukan. Lalu di akhir cerita, mereka berpesan, "Pokoknya jangan sampai lah Kamu kayak gitu!", "Ibu mah nggak mau kamu ntar kayak gitu!", "Nanti, kalau udah waktunya, Kamu bakal ngerasain hal itu. Moga aja Kamu nanti nggak ngelakuin kesalahan itu!"
Saya yakin, mereka tahu bahwa pengalaman-pengalaman yang mereka ceritakan itu adalah hal yang memalukan. Namun mereka memberanikan diri untuk menceritakannya hanya sekedar supaya kesalahan-kesalahan mereka kelak tidak akan terjadi lagi pada orang lain, khususnya bagi yang mendengar cerita-cerita mereka.
Mungkin inilah bedanya ibu-ibu dengan kalangan wanita muda. Sejauh ini sih, pemudi lebih biasa menutup diri mengenai hal ini. Mengatakan "Jangan diceritain atuh ih! itu kan aib!"
Saya tak tahu kenapa demikian. Tapi beginilah bedanya 2 masa.
Dalam sebuah senja yang ramai
Dago, 28 Maret 2011
hmmmmm
ReplyDeleteyaaa... begitulah.
ReplyDeletePengalaman dan kepedulian yang membuat perbedaan 2 masa ini...hihihi
ReplyDelete