Mencari Jawaban

Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu lakukan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (Q.S. ash-Shaff 2-3).

Awalnya saya tidak memahami apa maksud dari ayat ini. Utamanya, tentang mengapa ‘sindiran’ pada ayat ini ditujukan pada orang-orang yang beriman? Padahal biasanya ancaman atau sindiran semacam ini ditujukan pada orang-orang yang kafir, fasik, dzalim, dan sejenisnya. Sampai akhirnya -atas seizin-Nya- rentetan kejadian memberikan jawaban atas rasa penasaran saya ini.

Berawal dari sebuah ‘panggilan’ untuk turut memberdayakan masjid di dekat rumah, saya jadi lebih mengenal tentang syiar Islam di masyarakat. Berbekal pengalaman berorganisasi (semenjak SMP sampai kuliah), saya pun memberanikan diri untuk berpartisipasi di sebuah masjid yang bangunannya tak besar-besar amat bernama Masjid Baitul Hikmah. Tak disangka, kalau di sini saya akan banyak belajar, baik itu belajar agama, mengorganisir orang-orang, dan mengaplikasikan ilmu psikologi yang saya dapat di bangku kuliah.

Beberapa bulan aktif di masjid ini, akhirnya saya mendapat kesimpulan bahwa keadaan ummat Islam di sini masih jauh dari yang diharapkan. Tak perlu jauh-jauh, para remaja masjidnya pun masih jauh dari ideal. Bahkan mungkin terlalu jauh. Berbekal kesadaran akan situasi ini, kami (para pengurus masjid) berkesimpulan bahwa mesti ada peningkatan dalam kinerja syiar Islam di lingkungan sini. Pendek kata, peran masjid ini mesti dikembangkan.

Target makin tinggi, tuntutan pun semakin berat. Saya yang mulai kehabisan ide, akhirnya mulai mencari SDM baru untuk direkrut. Lebih tepatnya mencari alumni LDK yang tinggal di sekitar sini. Sempat menemukan beberapa, tapi setelah diselidiki, kebanyakan dari mereka enggan aktif di sini. Saat itu saya mempertanyakan, mengapa mereka enggan? Padahal mereka telah dibina secara fardhiyah untuk da’wah. Bahkan kabarnya diantara mereka ada yang menjadi tokoh kampus. Berarti mereka bukan orang sembarangan kan? Mereka punya kapasitas yang cukup mumpuni.

Lebih pahit lagi, saat kunjungan ketua Dewan Masjid Indonesia wilayah Jawa Barat datang mengunjungi. Beliau berkata “Untuk sebuah masjid jami’, masjid ini tergolong baik, jauh di atas rata-rata”. Terus terang saja saya kaget dan terheran, keadaan yang amat jauh dari ideal begini sudah tergolong baik -jauh di atas rata-rata- menurut beliau.

Beberapa hari kemarin, sepulang kuliah saya menyempatkan diri untuk shalat maghrib dan isya berjama’ah di Masjid al-Ihsan (Darul Hikam). Terus terang, saya kaget dengan jumlah ma’mum yang ada. Saat maghrib berjama’ah, jumlah ma’mumnya separuh dari shaf pertama. Satu shaf pun tak sampai. Lebih parah lagi saat shalat isya, jumlah ma’mumnya hanya berempat. Itu pun ada 1 orang yang masbuk saat rakaat ke 2. Semakin tak habis pikir, di manakah orang-orang yang “dibina dan terbina” itu.

Rasanya saya mulai mengerti, mengapa ayat itu ditujukan pada orang-orang yang beriman. Kenyataan memberikan jawaban: banyak orang yang mengaku dirinya sebagai aktivis da’wah, tapi enggan berda’wah, hanya mau menshalihkan diri sendiri, tanpa peduli pada orang-orang kurang tersentuh Islam.
Gegerkalong yang mendung, 22 April 2011

0 comments:

Post a Comment