Fithrahnya Pemimpin Adalah Melayani

Saat dulu kita sekolah, siapakah pemimpin di kelas? Mudahnya kita jawab saja Ketua Kelas atau Ketua Murid, yang sering kita singkat sebutannya sebagai KM. Sekalian plus Wakil KM, supaya bila KM berhalangan hadir ada Wakil KM yang bisa menggantikan perannya.

Apa kerjaannya KM? Lucu bahkan unik, sekaligus menjadi alasan bagi tiap murid untuk menghindari jabatan KM. Pekerjaan KM yang paling sering harus dilakukan ternyata adalah membawa setumpuk buku dari kelas ke ruang guru, atau dari ruang guru ke kelas. Adapun selebihnya adalah mengkordinir siswa sekelas, dan menyiapkan keperluan kelas untuk praktikum. Perlu diingat! Semua pekerjaan itu dilakukan tanpa bayaran.

Bilamana di kelas terjadi sesuatu, KM harus menanggung malu dan bertanggung jawab pada wali kelas. Terkadang bisa harus sampai menghadap wakasek kesiswaan dan kepsek. Namun begitulah tanggung jawab. Dan masih perlu diingat! Tidak ada bayaran atas beban batin yang ditanggung oleh si KM ataupun Wakilnya.


Emh, meni watir!

Memang watir, tapi begitulah pekerjaannya pemimpin. Dia melayani orang-orang yang dipimpinnya. Pada sekolah tingkat manapun, mulai SD hingga SMA, pekerjaannya KM selalu melayani siswa-siswa kelasnya. Saya belum pernah mendengar KM menagih 'uang jasa' dari siswa-siswa di kelas. Hidupnya lebih susah, maka pantas saja bila pemimpin yang adil punya jalur cepat menuju surga.

Bila melihat seperti apa anak-anak sekolahan itu, serasa bahwa fithrah dari kepemimpinan adalah melayani. Anak-anak yang mengetahui dan melihat langsung pekerjaannya pemimpin saja sampai enggan dipilih menjadi pemimpin.

Keadaan itu berubah ketika mulai masuk bangku kuliah. Makna kepemimpinan terpelintir menjadi pusat pemerintahan, ladang kekuasaan, sentra prestise, dan basah duit. Entah dari mana awalnya, tapi yang jelas itu sangat miris dan disayangkan. Jelas ada yang berbeda antara fase sekolah dan kuliah hingga menyebabkan makna kepemimpinan berubah.

Bila begini terus, apa jadinya putra-putri dan generasi muda kita nantinya? Duh, semoga saja tidak terjadi.


Jadi, PR kita dalam hal ini adalah mempertahankan fithrahnya kepemimpinan itu. Juga tak ketinggalan, mempertahankan dan mengembangkan potensi kepemimpinan anak-anak Indonesia.

4 Syawal 1434

0 comments:

Post a Comment