“Yap, sure.”
“Then, do something for it!”
Menjelang pagi, tanggal 27 Oktober 2013. Adalah hari Minggu, sebuah hari yang semenjak beberapa tahun terakhir identik dengan aktivitas bersama di Kota Bandung. Mulai dari olahraga bersama, liburan bersama, nongkrong bersama, pengajian bersama, hingga belanja bersama. Bisa dikatakan, Bandung menjadi lebih ramai saat akhir pekan tiba. Beberapa tempat yang menjadi jantung kota seolah lebih berdenyut, yang menandakan bahwa tempat itu lebih hidup.
Kiranya itulah suasana di sekitar Jalan Ir. H. Djuanda, atau yang lebih familiar disebut Jalan Dago. Jalan Dago yang pada hari Senin hingga Sabtu lebih banyak dijejali oleh kendaraan, setiap Minggu pagi diisi oleh warga yang ingin menikmati pagi di Car Free Day, sebuah jalan yang bisa dipakai untuk (benar-benar) jalan-jalan.
Ada aktivitas, ada keringatnya. Ada makan, ada ampasnya. Yang jelas, apapun yang dilakukan pasti ada ‘sisanya’, walaupun berupa sampah. Salah satu tanda bahwa kota ini (Bandung) hidup adalah banyaknya sampah. Itu hal yang wajar, tetapi yang disayangkan adalah saat sampah-sampah itu mengganggu kenyamanan. Bayangkan saja, ingin nongkrong di taman, tetapi beberapa meter dari kursi ada timbunan kotoran kuda. Atau lagi enak-enaknya jogging, tapi kepeleset gara-gara ada cangkang cau (kulit pisang). Itu sangat watir.
Bandung itu kotanya orang-orang kreatif dan penuh inisiatif. Hal itu benar adanya karena di kota legendaris ini ada banyak industri kreatif dan komunitas. Tetapi itu belum cukup, Bandung juga adalah ibukotanya tanah Sunda yang terkenal dengan budaya ramah dan humornya. Itulah kenapa Bandung terkenal dengan sense of humanity dan sense of entertaining-nya.
Karakter itu tercermin dari sebuah ide kreatif segelintir pemuda-pemudi Bandung yang berinisiatif untuk meminimalisir sampah yang berserakan di tempat-tempat yang tidak seharusnya. Sambil bebersih, pasukan berkaos putih tidak lupa untuk mengkampanyekan bersih lingkungan, alias mengajak “Ulah ngaruntah sangeunahna euy!” dengan cara mengetuk hati warga melalui aksi memungut sampah di area seputar Car Free Day. Tidak perlu banyak bicara, cukup memungut sampah, masukkan sampah ke trash bag, keep smile, dan tunjukkan tulisan di punggung yang berkata “Bebersih Bandung Yuk! Sumpah, ga nyampah tuh ga susah.”
Kampanye di punggung kaos |
Tidak lupa, meski kebanyakan dari pasukan kaos putih adalah mereka yang berada. Nya heu euh ada, da hirup keneh. Maksudnya secara status sosial mereka adalah orang-orang yang taraf hidupnya kelas menengah, hal itu tidak menghalangi keinginan untuk berkontribusi terhadap kebersihan dan bekerja sejajar dengan para petugas kebersihan. Bukan hanya itu, pasukan kaos putih juga masih bisa hahah-heheh bercanda ria di tengah kokotoran mungut sampah. Itu semangat yang layak diapresiasi.
“Si aku banyak sampah nih.”
“Wah, sampah apa aja?”
“Sampah perasaan.” (T-T)
Begitulah obrolan teman yang berasal dari Komunitas Jomblo Watir.
Para jomblo watir |
Saya sangat setuju ketika seorang sahabat bilang, “Cinta itu seharusnya menghidupkan dan membuat jadi indah. Bukan sebatas bilang bogoh.” Setidaknya itulah yang terasa dalam sebuah kegiatan bertajuk Bebersih Bandung Yuk! yang disponsori dan dimobili oleh Outlive. Ya, dimobili (mobilisasi). Karena motor hanya bisa ngangkut 2 orang, sedangkan mobil bisa lebih banyak. Ratusan warga dari berbagai komunitas menyambangi jalanan sekitar Dago untuk memungut sampah-sampah yang berserakan di pinggir jalan. Entah itu di trotoar, ataupun taman-taman di samping jalan.
Demi apa? Demi Bandung tercinta. Karena cinta itu seharusnya bisa menghidupkan dan membuat Bandung menjadi indah, bukan sebatas mengatakan atau menunjukkan stiker Love Bandung tetapi ngabala, membuang sampah sembarangan.
Beraksi |
Jadi, lakukanlah sesuatu untuk kebaikan kota kita tercinta, Kota Bandung Juara. Bebersih Bandung, yuk! Yuuuuuuuuuuuu...!
1 November 2013
Kunjungan juri. Hatur nuhun atas partisipasinya ^_^
ReplyDeleteSami-sami. HAtur nuhun kanggo kasumpinganana. :)
Delete