Cerita di Balik "Has Published"

Sebagaimana biasanya penulis cathar (catatan harian), adalah sebuah kebahagiaan apabila bisa berbagi pelajaran hidup yang digambarkan melalui tulisannya. Seperti tulisan "Keteguhan Hati Seorang Kakek Renta" yang dipublikasikan di dakwatuna.com. Terima kasih.

Awal kisah, tulisan itu tergagas saat saya selesai shalat shubuh di Masjid Ghoniyyul Hikmah yang letaknya sekitar 300 meter dari rumah. Saat salam kedua, saya tersadar bahwa ada seorang lelaki berusia senja yang fisiknya sudah demikian rapuh. Saya terkejut dan terpana, karena hanya beliaulah jama'ah shalat shubuh yang fisiknya sedemikian rapuh.

Tampak depan

Sayangnya, shubuh itu saya tidak membawa si ponsel cerdas. Jadi tidak bisa memfoto momen itu. Barulah saat maghrib, saya kembali shalat berjama'ah di masjid yang sama, dipertemukan lagi dengan beliau, dan bisa memfotonya. Foto yang di-capture itu adalah beliau saat shalat rawatib ba'da maghrib.

Tampak dalam

Kenapa saat shalat rawatib? Karena kami melaksanakan shalat maghribnya berjama'ah pada kloter yang sama. Piraku we pas nangtung urang ngaluarkeun hape terus moto si bapa? Batal atuh shalatna!

Melihatnya shalat rawatib, dan melihat hasil capture, saya sendiri jadi merinding. Merinding karena membayangkan bagaimana rasanya berusaha untuk berdiri dari sujud atau rukuk dengan keadaan fisik yang seperti beliau.

Singkat cerita, momen itu pun saya tuliskan melalui sebuah catatan berjudul "Keteguhan Hati Seorang Kakek Renta" lalu diposting di blog pribadi, dan laman foto facebook. Tetapi rasa penasaran untuk mengirimkan ke media, dan keinginan untuk berbagi melalui jejaring masih ada. Jadi, lebih dari ingin sekedar posting di blog.

Kirim ke mana ya? Awalnya saya mau mengirim ke salmanitb.com yang beberapa redakturnya adalah teman saya sendiri. Tetapi niat itu kandas setelah mempelajari segmentasi media, terutama gaya bahasa dan rubriknya, kiranya tulisan saya tidak cocok untuk diajukan ke Web Salman. Akhirnya, tersisa beberapa pilihan: wasathon, dakwatuna (lagi), fimadani (lagi), bersamadakwah, atau eramuslim. Kelima website tersebut punya rubrik yang bisa menerima cerita "Keteguhan Hati Seorang Kakek Renta".

Sebelum mengirimkan naskah pun, lagi-lagi ada pertimbangan. Dulu naskah saya ditolak oleh eramuslim dan wasathon (tanpa ada kabar pisan, dan memang tidak di-publish), berarti sisa tiga. Karena saya masih asing pada bersamadakwah, jadi pilihan saya kembali ke dakwatuna dan fimadani. Karena dakwatuna punya basis pembaca yang lebih banyak, akhirnya saya pun memilih dakwatuna.

Beberapa hari setelah pengiriman naskah, saya kaget karena ada seorang teman yang men-share artikel di Fb, sekaligus men-tag saya sebagai penulisnya. Jujur saja, kaget, karena di email tidak ada info tentang publikasi. Padahal sebelumnya selalu ada. Kunaon nya? Teuing atuh.

Syukurlah, karena akhirnya di-publish. Lalu saya pun melihat postingan di situs yang bersangkutan. Terkejut lagi, karena hits-nya sudah menembus angka 1500 lebih, dan sudah ada hampir 900 like. Cepet amat. Biasanya tak begitu. Beberapa hari kemudian, saya lihat lagi page-nya, ternyata sudah tembus 3600 hits dan 2800 like.

Jumlah like

Jumlah hits

Sepertinya para pembaca tulisan saya kebanyakannya ada di web dakwatuna.

Di page Fb Belajar Islam

Benarlah yang Allah nasehatkan "Jika kamu bersyukur, niscaya akan Aku tambah nikmatnya. Jika kamu ingkar, sesungguhnya adzab-Ku amatlah pedih." Bagi penulis cathar seperti saya, menemukan pelajaran hidup adalah sebuah kebahagiaan. Ketika saya berbagi cerita itu di blog, rasanya lebih membahagiakan. Dan ketika di-publish di web, lalu tulisannya bertemu ribuan pembaca, rasanya lebih membahagiakan lagi.

Semoga para pembaca "Keteguhan Hati Seorang Kakek Renta" bisa mengambil hikmahnya, dan kita sama-sama belajar.

22 Dzulhijjah 1434
Categories: , , ,

2 comments:

  1. waaaah... subhanallohhh...
    Jadi inget kata2 Sayyid Qutb...
    ”Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu telunjuk (tulisan) bisa menembus jutaan kepala”
    Tetep semangat terus menulis dan berbagi :)

    ReplyDelete
  2. telunjuknya ditojosin ke idung, terus cabut, terus tojosin lagi ke idung yg lain gitu? hehehe..
    *iya teh, makasih udah jadi pembaca setia blog ini. teteh juga, keep writing. :)

    ReplyDelete