Jogokariyan #1: Kesan Pertama

Hingar-bingar dunia maya membuat saya terngiang nama Jogokariyan, sebuah masjid warga yang barisan shalat shubuhnya penuh. Itu hal yang mengagumkan bagi seorang pemuda ingusan -seperti saya- yang biasa menemukan jumlah barisan shalat shubuh berjamaah hanya kisaran satu sampai dua barisan, itu pun kadang belum penuh. Akhirnya nama Jogokariyan teringat begitu tahu Jogja menjadi tujuan singgah kami yang sedang dalam perjalanan dari Wonogiri menuju Purworejo.

Langit semakin menggelap, menelan lembayung. Suara salam baru saja terdengar saat saya melihat sebuah gedung bernama Masjid Jogokariyan. Shalat maghrib berjamaah baru saja selesai. Dalam keheningan doa selepas shalat berjamaah, lampu marka jalan berkedip-kedip. Tepat di samping area Masjid warga yang satu ini. Sejenak saya perhatikan ukuran Jalan Jogokariyan dan lalu lintasnya, sepertinya ini adalah jalan protokol perumahan. Mirip dengan Jalan Gegerkalong Hilir atau Jalan Pelesiran (di Bandung), daerah yang sering dilalui kendaraan berkecepatan sedang. Mungkin itu gunanya lampu marka jalan. Mengingat banyaknya jamaah yang berlalu-lalang dari masjid ke tujuannya masing-masing, kiranya perlu ada satu upaya standar keselamatan.

Catatan pertama: manajemen masjid sampai sebegitunya memperhatikan keselamatan jamaah.

Tepat berada di depan halaman masjid, saya disuguhi pemandangan area parkir yang luasnya cukup untuk anak-anak bermain bola. Parkiran cukup sesak dijejali oleh kendaraan jamaah yang terdiri dari warga dan karyawan yang sekadar numpang shalat. Parkir kendaraan diatur sedemikian rupa, sehingga terlihat rapi. Efisien dalam penggunaan lahan, dan efektif untuk keluar-masuk kendaraan. Kira-kira itulah tugas juru parkir. Walau di lain kesempatan, saya juga memergoki Mas Jukir (juru parkir) sedang membantu mobil tamu yang singgah agar tidak menyebabkan kemacetan di sekitar masjid.

Mas Jukir dengan tongkat lampunya

Bisakah dibayangkan bagaimana sebuah masjid sampai memiliki juru parkir untuk membantu mentertibkan kendaraan? Dari sekian banyak hal yang terjadi di Masjid Jogokariyan, setidaknya ketertiban dimulai dari hal paling pertama: kedatangan. Datang (lalu parkir) dengan tertib, dan akhirnya pulang (dari parkiran) dengan tertib.

Catatan kedua: manajemen masjid concern dengan ketertiban.

Sebagai pendatang yang baru sampai, saya berkepentingan untuk sejenak istirahat dan menghilangkan keringat sebelum shalat maghrib. Selain memiliki sekretariat, Masjid Jogokariyan juga memiliki penginapan. Itu sangat membantu bagi kami yang memang berniat melewati semalam di Jogokariyan, sekalian merasakan bagaimana isya dan shubuh berjamaah yang seluruh shafnya penuh.

Kunci ruang penginapan

Terlepas dari penuhnya shaf shalat berjamaah (yang idealnya diisi oleh warga asli daerah Jogokariyan), keberadaan penginapan memberikan kesan bahwa masjid ini menerima pendatang dari luar. Ya, pendatang seperti mendapatkan kesempatan merasakan bagaimana menjadi warga Jogokariyan yang shalat di masjid dekat rumahnya.

Nama pewakaf diabadikan menjadi nama ruangan

Saya yang menginap di weekday awal tahun 2017, ternyata bukanlah satu-satunya penginap. Pengurus penginapan sempat membuka data untuk mencari kamar yang kosong. Itu berarti penginapan Jogokarian cukup terisi meski sedang weekday. Untungnya kami sempat memesan kamar beberapa hari sebelum kedatangan. Silahkan perkirakan sendiri, seberapa banyak peminat penginapan Jogokarian ini.

Administrasi menginap

Mumpung menginap, ini menjadi kesempatan besar untuk mengenal Jogokariyan lebih dekat.

15 Sya'ban 1438

2 comments:

  1. mantap mas! episode kadua na diantos =D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalem mang. Pekan depan insya Alloh.. niat rutin lagi sepekan 1 posting.

      Delete