Sayanya atau Kampusnya?

Entah saya yang kontroversial, atau memang kampus ini yang aneh?

Akhir-akhir ini pertanyaan itu selalu terngiang-ngiang, dan saya tak habis pikir untuk mencari jawabannya. Beberapa tahun yang lalu, di kampus ini saya mengalami pengalaman yang aneh. Setidaknya bagi saya pribadi itu adalah aneh, janggal.

Pertama
Pertengahan 2006, saat itu seorang pengurus tutorial bidang ketutoran -namanya Tofan- meminta saya untuk menjadi tutor. Rasanya aneh mengingat bahwa saya sendiri bukanlah seorang aktivis kampus. Sebagai catatan, kami dulu bertemu saat mendaftar ke Program Tutorial (PT)untuk menjadi pembinaan calon pengurus. Saat itu jawaban saya adalah "tidak" dengan alasan bahwa kampus ini bukanlah lahan garapan saya, dan saya berasumsi bahwa kampus ini telah subur dengan kader da'wah. Jadi, pasti banyak yang bersedia menjadi tutor. PT tak akan kekurangan tutorial untuk setiap Ahad. Ternyata tidak demikian. Tofan telah menceritakan keadaan yang sebenarnya di sore itu. Akhirnya atas permintaan dari Tofan, saya pun mendaftar. Padahal sebelumnya saya menolak mentah-mentah permintaan teman sejurusan untuk menjadi tutor. Maklum, penjelasan dari Tofan jauh lebih bisa saya terima. Kemudian, sebagai mahasiswa Psikologi angkatan 2004, saya pun ditempatkan sebagai tutor untuk jurusan Manajemen Pemasaran Pariwisata. Entah kenapa demikian, mungkin panitia tutorial punya pandangan lain. Padahal saya pengennya jadi tutor untuk jurusan Psikologi.

Apa yang sebenarnya membuat PT selalu kekurangan tutor untuk tiap Ahad? Padahal mereka punya BINDER, di kampus ini banyak anggota KAMMI, dan UKDM pun selalu punya banyak kader. Aneh! Pada kegiatan tutorial inilah, akhirnya saya dipertemukan dengan tokoh-tokoh mahasiswa tahun 2004-2007 yang memang sebelumnya beberapa diantara mereka sudah saya kenal, diantaranya:
-Angga TAP, Biologi 2003 (mantan ketua hima Biologi dan sekjen BEM kampus),
-Sandi, Kimia 2004 (mantan sekjen BEM kampus),
-Tofan (pengurus PT bid. ketutoran),
-Ngatif Firdaus (KAMMI)

Bukan hanya itu, ternyata kegiatan tutorial ini membuat saya bertemu dengan tokoh-tokoh lain semacam Kang Yusuf (mantan ketua BEM), dan orang-orang yang sebanding dengan beliau. Sebelumnya saya pernah tahu beliau, bahkan ngobrol usai shalat berjama'ah di sebuah masjid di Ledeng. Namun saya tetap tidak mengenalnya, sekedar tahu siapa beliau. Itu adalah pertemuan pertama kami, dan saat itu kami tidak saling berkenalan. Tapi kami ngobrol layaknya orang yang sudah saling kenal.

Di luar itu, saya berkonsultasi dengan beberapa orang dari generasi awal PT untuk bertanya dan berkonsultasi mengenai visi ke depan dari kegiatan tutorial. Harapannya, dengan berkonsultasi pada mereka, saya jadi lebih tahu mengenai apa yang mesti dilakukan berkenaan dengan peran saya sebagai tutor. Saat itu, saya berkonsultasi dengan Kang Asep (Matematika 2002), dan Kang Iwan (Bahasa 'Arab 2000).

Saat menjalani kegiatan tutorial ini pula, saya menemukan kejadian aneh dan menggemparkan. Secara tiba-tiba, sebelum pengarahan tutor, ada kakak tingkat yang menegur keras "Antum itu kayak yang bukan muslim aja!" Sontak saja saya kaget, padahal saya hanya bertanya mengenai se-box donat yang ada di meja, apakah donat tersebut bayar atau tidak. Karena setahu saya, di kampus lain konsumsi macam demikian itu bayar. Maklum, donatnya tidak dibungkus satu-satu dan hanya disimpan di meja. Ini kejadian yang paling terngiang-ngiang selama saya di kampus. Aneh!

Ternyata tidak sampai di situ. Suatu hari, sepulang kuliah ada yang menyalami. "Assalamu'alaikum, Kang!" Ya saya jawab saja "Wa'alaikumussalam warahmatullah". Siapa tuh orang ya? Sebelumnya saya sama sekali tak mengenalnya, dia bukan adik kelas saya di jurusan. Saya hanya membaca dari penampilannya yang khas (penampilan khasnya aktivis kampus). Tampaknya dia aktivis muda di kampus ini. Aneh! karena biasanya hanya tokoh kampus yang akan diperlakukan seperti itu. Padahal saya hanya seseorang yang baru menjadi tutor pada semester ini. Dan lagi, saya bukanlah seorang aktivis kampus, melainkan tukang roti.

Kedua
Mungkin ini yang lebih aneh, paling kontroversial. Semester 6, saat hendak ke kantor jurusan, tiba-tiba saja saya dicegat. Tahukah siapa yang mencegat? Mereka adalah ketua BEM FIP terpilih (saat itu masih ada BEM fakultas) dan salah seorang tokoh KAMMI. Mereka datang untuk meminta sesuatu. Tahukah apa yang mereka minta? Mereka meminta saya untuk memimpin departemen rohis FIP. Aneh! padahal sebelumnya saya tak pernah aktif di ormawa kampus. Di tingkat jurusan, saya tak pernah aktif sebagai pengurus, baik sebagai staf maupun ketua. Di tingkat fakultas pun demikian, saya tak pernah aktif sebagai pengurus. Atas alasan ini, akhirnya saya menolak permintaan mereka. "Masih banyak yang lebih baik, lebih pantas, dan lebih berpengalaman" begitulah jawaban saya. Tak adil kalau orang seperti saya secara tiba-tiba memimpin sebuah departemen di tingkat fakultas. Kalau saya jadi kadep rohis BEM fakultas, saya percaya kalian tahu apa artinya. Apa status saya nanti di antara para aktivis. Saya percaya, kalian tahu bahwa tak sembarang orang bisa masuk ke 'lingkaran ini', dan kalian juga tahu, siapa saja orang-orang yang dipilih untuk masuk ke lingkaran ini.

Saya juga berpikir. Kenapa pilihan mereka jatuh pada saya? padahal jadi tutor pun baru sekali. Entah kenapa, mungkin karena efek dari figuritas beberapa tokoh, atau ada rencana di balik rencana. Saya ngerti kalau hal ini amat erat kaitannya dengan masalah da'wah kampus. Tapi sayangnya, tak ada klarifikasi atau penjelasan sama sekali dari para aktivis saat itu.

Saya amat menyayangkan kalau hal-hal yang janggal seperti ini mesti terjadi di kampus. Semoga saja hal-hal semacam ini tidak akan merusak da'wah yang selama ini dibangun. Saya tak tahu seperti apa keadaan sekarang. Kita kuliah pada zaman keislaman yang berbeda. Zaman kita dipisahkan oleh revolusi da'wah kampus tahun 2006-2007.

1 comment:

  1. wah....kang, subhanallah sekali...
    ceritanya menarik, hm...ternyata ada juga ya hal-hal seperti itu, Allah memang sutradara terbaik... n_n

    ReplyDelete