Oleh-Oleh Khas Bapak

Oleh-oleh apa yang biasa dibawa bapak saat pulang dinas dari luar kota? Rasa-rasanya tak ada yang ragu untuk mengatakan beberapa bungkus teh. Begitulah beliau, dari manapun pulang dinas, sebanyak dan beragam apapun oleh-oleh yang dibawa, selalu saja ada beberapa bungkus teh. Maka tak aneh apabila di lemari dapur selalu tersedia beberapa bungkus teh. Terutama teh hitam, kesukaannya.

Boleh dibilang, di keluarga kami, beliau yang paling identik dengan teh. Wajar-wajar saja, itu karena bapak memang bekerja di sebuah perusahaan negeri yang memproduksi teh, tepatnya PT. Perkebunan Nusantara (PTPN). Jabatannya sebagai administratur membuat beliau kerap dikirim kesana-kemari ke berbagai kebun teh yang tersebar di Jawa Barat. Dari satu kebun teh, ke kebun teh yang lain. Terakhir, kebun teh yang menjadi tempat beliau bertugas adalah kebun teh di Ciwidey, bernama Rancawalini. Kini daerah tersebut sudah terkenal menjadi salah satu tempat wisata, dan nama tersebut diambil menjadi sebuah produk salah satu teh kemasan di Indonesia.

Sepekan atau dua pekan sekali, beliau pulang. Biasanya sore atau malam baru sampai ke rumah. Datang sambil membawa oleh-oleh. Martabak manis, kadang membawa mainan (saat saya masih kecil), dan yang tak pernah ketinggalan, tentu saja beberapa bungkus teh. Seketika itu pula, bila bapak telah sampai di rumah, ibu langsung memasak air untuk menyeduh teh. Dan seperti biasa, beberapa saat setelah bapak melepas lelah, kami makan bersama, dan minumnya, tentu saja air teh. Kalau diingat-ingat, seperti tiada hari tanpa air teh. Apalagi lagi saya yang menyukai teh manis hangat.

Cerita tentang teh ini terbawa ke keluarga besar kami. Bila bapak sedang ngobrol bersama kakek, nenek, paman, bibi, atau sanak saudara lain, satu hal yang selalu ditanyakan pada beliau adalah kabar tentang kebun teh di Indonesia. Pengalamannya melanglangbuana ke berbagai kebun teh adalah cerita yang menarik bagi keluarga besar kami, terutama kakak dan adik-adik dari ibu saya. Begitulah bapak di mata paman-paman saya.

Menjelang lebaran, ada satu hal yang menjadi kebiasaan keluarga kami. Biasanya beberapa hari sebelum lebaran, bapak datang ke rumah dengan membawa beberapa dus berisi bungkusan-bungkusan teh. Beberapa diantaranya dibagikan ke tetangga sebelum lebaran. Sisanya, setelah lebaran dijadikan oleh-oleh untuk berkunjung ke rumah kerabat atau sahabat beliau. Yah, itulah oleh-oleh khas keluarga kami.

Tahun 2000-an, beliau akhirnya menyatakan diri pensiun dari pekerjaannya. Namun ternyata itu bukan berarti cerita tentang teh ini berakhir. Setelah tidak lagi berstatus pegawai, beliau menjadi pengurus perkumpulan pensiunan PTPN. Sekretariatnya berada komplek kantor PTPN, jadi tak akan sulit untuk mencari teh. Maka dari itu, oleh-oleh khas beliau tak berubah, dan tak pernah berubah, yaitu teh.

Seperti halnya bandar buah. Bila bandar buah membawa oleh-oleh, biasanya yang dijadikan oleh-oleh adalah barang dagangannya, yaitu buah. Begitulah bapak, sebagai pegawai dan pensiunan PT. Perkebunan, oleh-oleh khas beliau adalah produk dari kebun, yaitu teh.

Oktober 2007, beliau pergi dipanggil pulang oleh-Nya. Meninggalkan cerita tentang oleh-oleh yang khas bernama “Teh”.

Sebuah temaram, 04112011

3 comments:

  1. ini cerita asli tentang keluarga kang adit?
    klo iah, wah ayah nya kang adit keren bgt, begitu istiqomah dgn teh nya,hm... pasti menyenangkan bisa berjalan jalan keliling untuk pekerjaannya, apalagi itu merupakan hal yang disukai...
    hm...tapi dibagian akhir tulisannya agak sedikit kurang pas klo menurut ku,jadi tiba2 sedih gitu, maaf y kang.hehehe
    hm...turut berduka.. n_n

    ReplyDelete
  2. iya.. makasih tuk komentarnya.
    begitulah, karena hanya segitu cerita tentang beliau dengan teh. Dan begitulah beliau membawa teh menjadi bagian dari keluarga kami.. :)

    ReplyDelete