Hubungan antara Warkop dan Kesetiaan

Entah sejak kapan saya mengenal istilah Warkop, kependekan dari Warung Kopi. Bagi saya, warkop adalah sebuah tempat sederhana dan kecil yang jauh dari kesan mewah. Menu utamanya tentu saja secangkir kopi. Ada juga menu-menu tambahan seperti mie rebus, susu hangat, berbagai macam udud, dan roti bakar. Seperti apapun bentuknya, yang jelas tempat yang satu ini sudah identik dengan lelaki. Itu karena yang biasa mengunjungi tempat ini adalah kaum adam.

Saya sendiri mulai mengenal warkop saat masih SMP. Saat itu saya sedang kehujanan dan kedinginan. Pasti enak bila bisa mereguk minuman panas untuk menghangatkan badan. Tanpa sengaja, di perjalanan saya menemukan sebuah warkop. Saya pun masuk dan memilih menu untuk disantap. "Kopi susu, satu!"

"Murah meriah, dan pas untuk nongkrong. Setidaknya itu kesan yang saya dapatkan dari tempat bernama Warkop."

Sejenak saya perhatikan, bagaimana bisa tempat sekecil itu dengan menu yang sangat standar bisa tetap bertahan untuk jangka waktu yang lama. Lihat saja menunya! Menu-menu kopi yang disediakan adalah kopi-kopi sachet yang dapat dijumpai dan dibeli di banyak tempat. Ternyata jawabannya pun cukup sederhana, karena BETAH. Itulah sebabnya biasa terlihat juragan warkop sedang ngobrol dengan pengunjungnya. Bahkan tampak akrab.

"Warkop punya pelanggan tetap, alias pengunjung setia."

Bila sudah betah, si pengunjung akan mengingat tempat itu dan datang lagi. Sepertinya bisa dikatakan: bila lelaki sudah betah, dia akan datang lagi. Rumus yang sama juga berlaku untuk warung biasa atau warteg. Bila betah, akan datang lagi.

Begitulah kehebatannya warkop. Tempat yang sederhana ini bisa mengalahkan tempat lain yang tampilannya sangat berkelas seperti Starbaks atau Ngopi Baheula. Bicara soal fasilitas, tentu saja warkop kalah dibanding Starbaks dan Ngopi Baheula. Tapi bagaimanapun juga, pilihan tempat itu lebih kepada selera. Ada yang seleranya merakyat, ada juga yang melangit. Nah, bagian ini terserah Anda. Tapi yang saya garis bawahi di sini, bila sudah betah akan kembali lagi.

Apa yang membuat betah? Yang pasti itu adalah hal-hal selain menu di warkop. Bisa jadi musiknya (biasanya sih dangdut atau tembang lawas), pelayanannya yang oke, atau juragan warkopnya yang ramah dan bersahabat.




Realita ini mengingatkan saya pada persoalan lain yang sempat marak di media: perselingkuhan dan ketidaksetiaan. Intinya adalah tentang para wanita yang mengeluhkan ketidaksetiaan pasangannya. Untuk hal ini, saya terkesan dengan pendapat Mamah Dedeh: "Kita sebagai perempuan yang introspeksi diri! Kepengennya aja laki setia, tapi sikap kitanya nyebelin. Atuh gimana laki mau betah? Mestinya kita yang mikir, berikan dia service terbaik." Sebagai ustadzah yang sinis terhadap isu poligami, beliau ternyata berpendapat begitu.

Saya sendiri merasa ada benarnya apa yang dikatakan Mamah Dedeh. Prinsipnya sama seperti ke warung, warteg, warkop, atau tempat nongkrong. Kalau betah, saya akan datang lagi tanpa berpikir untuk berpaling ke yang lain. Bila saya sudah betah pada seorang perempuan, saya juga akan 'datang' lagi. Tanpa peduli si perempuan itu standar-standar saja. Dan sebaliknya, bila tidak betah, mendingan cari yang lain. Rupanya pendapat serupa diungkapkan oleh Pak Habibie yang setia karena sosok Bu Ainun.

Warkop itu tempat yang kecil dan sederhana, tapi bila lelaki sudah betah pada sebuah warkop, dia akan datang lagi ke warkop itu.



25 Jumadil Tsani 1434

0 comments:

Post a Comment