Ke Tanah Suci #2: Madinah

Sadar tak ada pemandangan yang bernilai pariwisata, para penumpang pun memilih tidur setelah melaksanakan shalat isya di dalam bus. Saya juga tidur, karena merasa bosan. Lumayan untuk menepis kejenuhan, cukup untuk menghemat energi persiapan shalat di masjid Nabawi. Mesti begitu, karena menurut kabar, kita harus menyiapkan diri sebelum adzan shubuh sekitar 1 jam.

Waktu bergulir begitu cepat. Rupanya tak sampai genap 6 jam kami sudah sampai di Madinah. Kami langsung melongo menatap pemandangan sekeliling. Saat malam, sebagaimana umumnya, keadaan seolah-olah tampak layaknya kota mati. Tidak ada aktivitas. Sepi, hanya ada cahaya lampu-lampu jalan dan gedung yang kuning bersinar.

Gedung-gedung tampak sederhana, biasa, dan tampak tidak menarik. Saat bus menelusuri jalan, gedung yang tampak menarik hanyalah Balai Kota dan Masjid Balai Kota. Itu karena arsitekturnya yang megah dan tamannya yang indah terawat. Selebihnya biasa-biasa saja. Secara keseluruhan, pencahayaan di sana relatif serupa. Cahaya berwarna kuning telur (seperti lampu pijar) tampak dominan, tidak berwarna warni seperti suasana malam tengah kota di Indonesia.

Ruas demi ruas jalan dilalui bus menuju hotel tempat kami menginap. Dari balik sebuah jajaran gedung, tampak ada pantulan cahaya yang lain. Cahaya yang pantulannya sangat putih. Tidak sama dengan cahaya dari sumber-sumber lain di kota ini. Saya penasaran, ada apa di balik sana?

"Itulah Masjid Nabawi..." kata pemandu. Masjid yang -setahu saya- merupakan satu dari 3 masjid paling istimewa dan utama dalam Islam. Masjid yang dalam Bahasa Indonesia diartikan Masjid Nabi. Melihat pantulan cahaya dari balik gedung saja ada kesan berbeda. Tampak lebih menakjubkan lagi saat di sebuah perempatan jalan kami bisa melihatnya tanpa terhalangi gedung. Megah dan indah tampak putih amat bercahaya. Aih, mulailah hati ini bergetar sambil melongo, "Itulah masjidnya nabi."

Ibunda tercinta foto di halaman Masjid Nabawi, malam  

Rombongan kami sampai di hotel sekitar jam setengah 2. Setelah check in kamar, saya beristirahat sejenak. Jam 3 saya pun jalan bersama beberapa anggota rombongan ke Masjid Nabawi.

Masjid Nabawi merupakan masjid yang istimewa untuk bedo'a. Jadi datanglah lebih  awal dan miliki banyak waktu untuk duduk, shalat, dan berdo'a di masjid ini. Bila shubuh jam 4, datanglah jam 3 atau setengah 3. Atau bila mau qiyamul lail lebih lama, datanglah jam 2 atau jam 1. Rencanakan shalat sunah apa saja yang mau dilaksanakan. Tahyatul masjid, syukrul wudhu, tahajud, witir, hajat, istikharah, dll. Satu lagi, siapkan do'a apa saja yang mau dipanjatkan!

Tanpa mengesampingkan keistimewaan masjid ini sebagai salah satu tempat yang paling mustajab, suasananya memang membuat saya jadi lebih sungguh-sungguh untuk berdo'a. Jadinya serius pisan saat berdo'a. Ada sebuah rasa yang sulit untuk diartikan, yang jelas saya sampai merasa haru ingin menangis bila menyadari ada di tempat seistimewa ini. Seolah-olah hati ini ingin menyapa, "Saya datang jauh-jauh dari sebuah negeri di seberang lautan bernama Indonesia demi mengunjungi rumah Rasulullah dan menapaki perjalanannya." Semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepadanya.

24 Jumadil Tsani 1434

0 comments:

Post a Comment