Berteman Tapi tak Berteman

Ini masalah lama, tapi tetap saja mengganjal di hati. Saya tidak dapat memungkiri bahwa selama berteman di dunia maya, selama itu pula saya mengalami kehidupan yang benar-benar fana. Saya bisa saja punya ribuan teman di dunia maya, tapi perlu saya camkan pula, karena itu adalah dunia maya, maka mereka adalah sosok-sosok yang sebatas virtual. Ya, virtual alias fana. Atau bisa juga saya mengatakan bahwa they are not real.

Pada sebuah postingan sebelumnya, saya pernah menulis tentang asal-usul alasan saya membuka akun di beberapa situs jejaring sosial. Sebutlah Facebook, di mana saya punya friends sebanyak 1400-an. Jumlah tepatnya saya lupa, tapi ada sekitar jumlah itu. Yang terjadi, saat saya membuka laman news feed, ternyata kebanyakan peng-update status adalah mereka yang tidak saya kenal di dunia nyata. Jadi saya bisa mengatakan: saya 'berteman' dengan orang-orang yang tidak saya kenal. Berteman tanpa adanya perkenalan. Saya tidak tahu mereka siapa, tapi di situs jejaring sosial itu kami terikat status 'berteman'.


Biarlah! Itu tidaklah mengapa. Karena sejatinya pertemanan bisa dibangun melalui hubungan dan komunikasi. Sebagai orang yang juga belajar komunikasi, saya masih suka untuk bilang: "Tanpa ada komunikasi, kita (saya dan Anda) takkan punya hubungan apa-apa. Meski sekedar hubungan antara penulis dan pembaca yang merasa asing satu sama lain."


"Punya banyak friends di Fb, tapi tak pernah saling kontak. Apa namanya ya?"

Entah bagaimana saya harus mendefinisikan orang-orang dengan klasifikasi tersebut. Saya menerima friend request dari orang asing (yang tidak saya kenal di dunia nyata), tapi setelah menjadi teman di situs jejaring, justru malah tidak ada komunikasi sama sekali. Tak ada saling sapa, komentar, atau sekedar poke. Dengan kata lain, berteman tapi tak berteman. Jadi intinya, untuk apa menyampaikan friendship request?

Rasanya seperti ada yang memberikan bantal, tapi bantal itu tidak terpakai. Lantas? ya tentu saja bantal itu nganggur, tiada guna, dan terlantar. Bila tidak dihadiahkan pada orang lain, bantal itu malah akan membangkai.


Saya mulai berpikir bahwa perlu ada prinsip walau untuk sekedar berjejaring sosial ria di dunia maya. Terima friend request bila saya memang bersedia berkomunikasi dengannya, tolak bila saya memang ogah berkomunikasi dengannya. Temui orangnya bila mau benar-benar berteman dengannya. Bila memang teman, berikan pengaruh yang baik, atau setidaknya ada sapa-menyapa.

Karena apa? Karena nikmatnya secangkir kopi takkan terasa di lidah bila hanya sekedar ditatap di layar monitor. Nikmatnya buang hajat takkan terasa di perut bila saya sekedar menulis di status tanpa ke WC untuk menjamban. Bagi saya sih begitu, Anda mungkin punya pemikiran lain.

21 Sya'ban 1343

*)picts are taken from deviantart
Categories: ,

0 comments:

Post a Comment