Dinamisnya Hidup

Semenjak pertama kuliah, di tahun 2004, saya sudah meniatkan diri untuk kuliah sambil mencari penghasilan. Tidak mengapa meski serabutan. Kadang ada, kadang sepi. Kira-kira begitulah hidup saya sebagai mahasiswa kumel yang berkutat dengan beberapa macam orderan demi mencari penghasilan. Kalau lagi ada orderan, berarti ada pemasukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sebagai mahasiswa. Kalau lagi sepi, ya paksakan saja untuk berpuasa.

Pernah juga saya mengajak beberapa teman untuk mengerjakan proyekan bareng-bareng. Intinya sih, supaya bisa memenuhi orderan yang skalanya lebih besar. Karena memang ada juga orderan skala besar yang tak sanggup saya kerjakan sendirian. Jadi, orderannya dikerjakan bareng-bareng, sekaligus bagi-bagi rezeki dengan teman.

Sebagai orang proyekan di kampus, saya nyadar bahwa pekerjaan sampingan ini membuat pola hidup saya menjadi semakin tidak teratur. Selain jadwal kuliah dan organisasi yang terjadwal, ada sisi lain hidup saya yang mendadak penting di samping yang terjadwal tadi. Jadi, ada yang terjadwal dan sangat tidak terjadwal. Terlepas dari segala aktivitas yang kadang membuat nafas jadi sangat ngos-ngosan itu, saya menikmatinya.

Pada sebuah kuliah, saya membuat catatan khusus tentang beragam tipe pekerjaan. Intinya, ada pekerjaan kantoran yang sifatnya sangat teratur dari waktu ke waktu, dan ada pekerjaan lapangan yang sifatnya insidental. Maksudnya sangat sibuk di waktu tertentu. Tipe kedua inilah yang saya alami sebagai 'orang proyekan'.

Setelah merasakan kehidupan pasca kuliah, rasanya catatan kuliah tadi perlu saya lirik kembali. Bukan karena salah, tetapi karena saya mulai sadar bahwa ternyata teratur dan tidak teratur itu bukan hanya berlaku dalam pekerjaan, tetapi juga dalam hidup.

Ada orang-orang yang cerita hidupnya tampak begitu teratur sebagaimana umumnya. Sekolah, kuliah S1 dirampungkan 4 tahun, bekerja, lalu menikah dan punya anak. Tetapi ada juga beberapa yang cerita hidupnya sangat sulit ditebak. Misal: setelah lulus S1 memilih untuk merintis usaha, lalu ditinggal pacarnya karena tidak punya penghasilan tetap.

Saya bisa mengerti kenapa pacarnya sampai pergi, karena para wirausahawan memang tidak pernah punya masa depan yang jelas. Berbeda dengan PNS atau orang kantoran yang relatif punya kejelasan masa depan.

Saat kebanyakan orang berjodoh lewat pacaran selama beberapa tahun lalu jadi menikah, ada juga yang ceritanya justru malah membuat saya terheran-heran. Ada yang tak sengaja bertemu saat piknik, lalu berkenalan dan berjodoh. Ada yang baru berjodoh di proses yang ke-9. Ada juga yang bertahun-tahun pacaran tetapi malah putus (watir pisan nya?).

Masih tentang jodoh. Ada yang tipe pasangannya mudah ditebak, ada juga yang sulit ditebak. Seperti seorang teman kuliah yang sudah tertebak tipe wanita pilihannya (anak rohis biasanya nikah dengan sesama anak rohis), dan saya yang disinggung kawan dekat: "Aku mah penasaran, beneran! Si Adit nanti bakal nikah ama cewek yang kayak gimana ya?"

Ahihihi... emang sedemikian nggak ketebaknyakah?

Life Story

Bukan hanya dalam jodoh, dalam hal pekerjaan pun begitu. Kebanyakan orang berkarir di bidang yang sejalan dengan studinya. Misalnya sarjana pendidikan berkarir sebagai guru, atau insinyur yang berkarir sebagai konsultan perminyakan. Itu sudah mainstream, standar, alias biasa. Tetapi ada juga lulusan kuliah Hubungan Internasional yang buka kursus Bahasa Inggris, atau lulusan ITB menjadi guru di SMA negeri.

Ya, beberapa orang memiliki hidup yang tidak biasa. Mungkin itu salah satu alasan kenapa hidup seseorang tidak dapat dibandingkan dengan hidup orang lain. Karena cerita hidup saya bukanlah cerita hidup orang lain. Impian hidup orang lain pun bukanlah impian hidup saya.

Mbak Febti, sesama penulis cathar, pernah bilang bahwa hidup itu penuh kejutan. Saya pun berpikir serupa: bagi beberapa orang, hidup ini terlalu dinamis. Ada yang agak mudah ditebak, ada yang sangat sulit diprediksi.

12 Dzulhijjah 1434

Categories: , ,

2 comments: