Mengulang Kenangan: SMP

Berawal dari rencana mengadakan kopdar kecil-kecilan bersama teman-teman alumni SMP angkatan 2001, kami berniat untuk kumpul di rumah salah seorang teman yang letaknya sekitaran Bandara Andir. Rumahnya Ableh. Awalnya ada rasa was-was karena saya sendiri (juga teman) ragu apakah rumahnya bisa cukup untuk menampung mereka yang hadir kopdar. Intinya, ada rasa pesimis yang menyelimuti batin. Hingga akhirnya 1 hari sebelum hari H (Sabtu), dapat kabar bahwa acara kopdarnya diundur dan dijadwal ulang.

Jujur saja, kami sebagai panitia dadakan tidak siap. Persiapan hanya beberapa hari sebelum hari H, sementara sebelum itu sama sekali tak ada komunikasi mengenai rencana acara. Setidaknya tentang “di mana” dan “jam berapa”. Bingung mau ngapain, akhirnya saya dan Ableh secara mendadak mengagendakan untuk main ke SMP. Sekalian survey untuk rencana reuni akbar angkatan 2001, juga melihat-lihat keadaan terbaru seputar mantan sekolah kami itu.

Sekitar jam 10-an, kami janjian bertemu di Yogya Pajajaran (yang dekat “bekas toko PD. Ana” itu). Tidak lama setelah saya sampai, Ableh tampak di seberang. Sebenarnya ada 1 orang lagi yang saya tunggu: Abah. Tetapi secara mendadak Abah punya agenda lain. Dari tempat janjian tersebut, kami pun berjalan ke lokasi SMP melalui gang yang melintasi area di belakang gedung SMP.

Gerbang perjuangan, tempat Pak Karsa nunggu tiap pagi

Seperti judulnya: Mengulang Kenangan, itu karena kenangan para siswa jaman kami sekolah bukan hanya di halaman sekolah, tetapi juga jalanan dan gang di sekitar sekolah. Seperti sebuah rekaman video yang diputar kembali, serasa ada bayangan saya di masa kecil saat masih menjalani aktivitas di seputar gang itu.

Lorong misteri, tempat banyak terjadi kisah mistis

Agak berbeda dengan tempo hari saya mampir ke SMP, di kesempatan kami tidak hanya bertemu dengan Mas Nur, tetapi juga Mas Eno, Mang Hendi (tukang es campur), Tukang Batagor, Bu Silvany, Bu Ida, dan A’ Bagus (yang jaman saya dulu masih melatih Pramuka). Sebagaimana umumnya pertemuan dengan orang yang sudah lama tak berjumpa, ada banyak cerita yang bisa saling kami bagi. Intinya: asa waas ayeuna geus jadi kieu. Seperti keheranan Bu Silvany yang bertanya pada Ableh: “Naha Kamu jadi sok ngaccapruk kieu? Da baheula mah cicingeun...”

Bu Silvany (kiri), bersama ortu siswa

12 tahun terlewati semenjak kami lulus dari sekolah itu, pasti ada banyak cerita. Ada yang berubah, dan ada juga yang tetap begitu. Tapi yang jelas, kami punya satu kesamaan: pernah sekolah di SMP yang sama. Bagi beberapa orang lainnya, ada jati diri yang dipertahankan, sehingga orang-orang bisa bilang: “Kamu masih kayak yang dulu aku kenal!”

Sambil berkeliling dan memfoto gambaran aktivitas di sana saat ini, kami bertemu dengan A Bagus yang sudah cukup lama menjadi guru di sana. Beliau berbagi cerita tentang apa yang terjadi pada Pramuka pada beberapa tahun belakangan ini. Berbeda? Tentu saja berbeda, karena dilihat dari nomor gugus depan pun sudah berbeda dengan jaman kami dulu berseragam coklat itu. Saat itu pula terasa berbeda tentang Pramuka SMP ini di jaman sekarang dan jaman kami dulu.

Oh ya, ada 1 lagu cerita yang penting dari A Bagus. Awalnya beliau bermaksud untuk mengusahakan adanya sekretariat ikatan alumni, tetapi karena kekurangan dukungan, tempat yang semula diincar untuk alumni pun digunakan untuk keperluan ekskul. Tetapi itu dimaklumi, bila mau ada sekretariat ikatan alumni, maka alumni pun harus aktif dan terorganisir. Terorganisir ya, tidak berarti harus terbentuk organisasi formal. Jadi intinya, kembali lagi ke alumni, apa siap bila sudah disediakan ruangan sekre?

Selain melihat-lihat hiruk-pikuk di sana, tidak ketinggalan kami mencicipi shalat zhuhur di Masjid Nurul Hidayah yang dana pembangunannya mulai digalang saat kami kelas 3 menjelang lulus. Shalat berjama’ah yang hanya 1 baris (tidak penuh sampai pinggir) itu dipimpin oleh seseorang yang belum saya kenal. Mungkin dia guru baru, tapi diperhatikan dari makhraj dan shifat hurufnya saat menjadi imam, sepertinya dia adalah guru agama. Menurut kabar, guru agama (senior) yang tersisa adalah Pak Dede yang juga mengurus DKM di masjid belakang sekolah. Semoga Allah merahmatinya.

Usai shalat zhuhur, saya dan Ableh kembali berkeliling sekolah hingga akhirnya mulai merasa lapar lalu cari makan. Awalnya mau jajan di luar, tetapi karena penuh kami akhirnya kembali ke kantin. Tepatnya ke kantin Tokecang, sebuah Kantin Kejujuran milik Mas Nur yang letaknya di pojok utara (yang dulunya digunakan sebagai kantor sekolah SMP Muhammadiyah II). Perlu diketahui, kantinnya Mas Nur adalah satu-satunya kantin yang nyetel radio. Hehe, jadi teringat 1 dekade silam, medio 2002, di mana radio adalah hiburan utama bagi kawula muda seperti kami. Ditambah dengan sebuah tembang dari The Corrs yang bertajuk “Radio”. So listen to the radio! And all the songs we use to go...

Kantinnya Mas Nur

Saya yang sedang nongkrong di kantin pun turut menikmati alunan musik dari sebuah stasiun radio. Tetapi beberapa saat kemudian, karena sebuah iklan yang kurang pas di hati, saya pun memutar tuas frekuensi untuk mendapatkan sinyal baru yang program dan musiknya lebih pas. Classic style, Bro! Radio-nya Mas Nur masih pakai tuas putar. Radio ala warkop pisan eta. Hanya sesaat setelah saya memutar-mutar tuas, dapatlah channel yang tengah memutar lagu “Jadikanlah Aku Pacarmu” dari Sheila on 7. Halah! Eta lagu jaman urang SMP pisan. Dan ternyata setelah lagunya selesai, baru ketahuan kalau stasiun radionya adalah 95,6 B Radio. Paingan! Makasih Radio B.

Kampanye kejujuran melalui kantin

Rasa lapar benar-benar tidak dapat dihindari. Setelah cemilan berupa goreng makaroni tidak mempan lagi, kami beli roti bakar di depan gerbang. Tapi karena masih lapar juga, sehabis makan roti pun kami makan lagi. Ableh beli mie telor di kantin Mas Nur, sedangkan saya beli soto ayam di kantin lain. Sekalian case test untuk persediaan makanan nanti bila jadi reunian di sekolah. Sekedar catatan: minuman seduh harganya 2 ribu sampai 3 ribu, roti bakar sekitar 3 ribu, soto ayam disanguan harganya 7.500.

Obrolan seputar cerita-cerita pun dilanjutkan. Si Teteh penjual soto ayam turut bercerita bahwa beberapa bulan yang lalu (sudah cukup lama) ada kejadian, tepatnya kasus alumni. Ceritanya ada 2 perempuan (sama-sama alumni) yang berantem. Entah karena apa, tapi tersiar kabar pemicunya adalah masalah memperebutkan seorang lelaki. Mengerikan juga sih!

Rupanya jaman sudah lain ya?! Dulu tahun 2002 saya pernah menemukan kasus 2 orang siswa SMA yang berkelahi memperebutkan seorang siswi. Bahkan salah satunya sampai meninggal karena luka tusukan. Jaman dulu cewek diperebutkan, jaman sekarang cewek memperebutkan.

Bersama Mas Nur

Seporsi soto sudah habis, obrolan pun cukup banyak. Tidak terasa, waktu sudah menyapa adzan ashar. Saya dan Ableh pun bersiap-siap ke masjid, sekalian pamit pulang. Shalat ashar berjama’ah menjadi agenda terakhir kami di SMP.

25 Dzulqaidah 1434

1 comment:

  1. waaaah.... asiiikkk banget bisa reunian. Semoga punya kesempatan buat bersilaturahim ke SMP 9 jugaa, hehe

    ReplyDelete